Dalam ilmu penulisan Al-Qur'an dikenal sebuah cabang ilmu yaitu ilmu rasm. Dalam ilmu rasm, dikenal 2 tokoh ulama yang disebut Syaikhani atau 2 syeikh. Kedua orang itu adalah Abu ‘Amr ad-Dani yang telah menulis buku berjudul Al-Muqni’ fi Ma’rifati Marsum Masahif Ahl al-Amsar, dan Abu Dawud Sulaiman bin Najah yang telah menulis buku Mukhtasar at-Tabyin li Hija’ at-Tanzil.
Rasm adalah tatacara penulisan, atau disebut juga pola tulis kalimat. Secara umum, dalam penulisan huruf Arab ada tiga jenis rasm, yaitu:
1. Rasm qiyasi/imlai, pola penulisan sesuai dengan cara pengucapannya.
2. Rasm Utsmani, pola penulisan sesuai dengan cara penulisan yang ditetapkan shahabat Usman bin Affan RA.
3. Rasm Arudi, pola penulisan sesuai dengan wazan dalam syair-syair Arab.
Dalam penulisan mushaf Al-Quran, hanya dipakai dua rasm, yaitu Rasm Qiyasi dan Rasm Utsmani. Yang paling populer hingga saat ini adalah mushaf Al-Quran yang ditulis menggunakan Rasm Utsmani.
Meski selain dua nama di atas, terdapat imam-imam rasm lain yang juga sering dijadikan rujukan. Seperti al-Balansi (w. 564 H) dalam kitabnya al-Munsif, asy-Syatibi (w. 590 H) dalam karyanya Al-Aqilat Al-Atraf, As-Sakhawi dalam kitabnya Al-Wasilah ila Kasyf al-‘Aqilah, dan lain-lain.
Mereka memberikan tambahan terhadap hal-hal yang tidak dibahas oleh Syaikhani di atas. Bahkan terkadang juga memberikan koreksi terhadap pandangan keduanya. Sayangnya, nama-nama para imam selain Syaikhani tersebut kurang popular di masyarakat. Atau bahkan di masyarakat, nama Syaikhan dalam ilmu rasm juga tak begitu terkenal.
Bahkan muncul pemahaman di kalangan masyarakat bahwa mushaf rasm Utsmani itu satu macam, yang diterbitkan oleh, misalnya, penerbit mushaf Madinah saja. Selain terbitan Madinah, dianggap bukan rasm Utsmani.
Padahal, dalam mushaf cetakan Madinah pun terdapat pembaruan dan penyesuaian yang didasarkan pada pendapat imam-imam rasm selain As-Syaikhani. Misalnya halaman akhir Mushaf Madinah (Ta’rif bi-hadza al-Mushaf) terbitan Mujamma’ al-Malik Fahd tahun 1407 H/1986 M, terdapat keterangan:
“Pola penulisan rasm pada mushaf ini adalah sesuai dengan riwayat asy-Syaikhan, yaitu Abu Amr ad-Dani dan Abu Daud Sulaiman bin Najah, dengan men-tarjih pandangan Abu Daud bila terjadi perbedaan (dengan ad-Dani).”
Namun setelah diteliti ulang, ternyata tidak sepenuhnya penulisan mushaf tersebut konsisten pada Madzhab Abu Dawud. Karenanya, pada cetakan tahun 1426 H/2004 M, redaksi pada halaman Ta’rif bi-hadza al-Mushaf ditambah keterangan:
“Pola penulisan rasm pada mushaf ini adalah sesuai dengan riwayat asy-Syaikhan, yaitu Abu Amr ad-Dani dan Abu Daud Sulaiman bin Najah, dengan men-tarjih pandangan Abu Daud bila terjadi perbedaan (dengan ad-Dani) pada umumnya, dan terkadang dirujuk dari ulama selain keduanya.”
Dengan redaksi di atas, Mushaf Madinah tidak membatasi acuannya hanya pendapat Asy-Syakhani saja, namun menampung juga pendapat dari luar keduanya, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa versi Rasm Usmani.
Apakah Mushaf terbitan Indonesia berbeda dengan terbitan Arab Saudi? Apakah juga memakai rasm utsmani?
Mushaf Indonesia tidak berafiliasi secara tegas kepada salah satu mazhab rasm, namun kalau dilihat secara lebih rinci lebih banyak mengadopsi pandangan Abu ‘Amr Ad-Dani. Ini bisa dilihat dalam isbat (penetapan) Alif dalam banyak penulisan kata.
Dengan demikian, anggapan bahwa rasm usmani hanya satu macam adalah anggapan yang kurang pas dan cenderung keliru. Mushaf Standar Indonesia juga menggunakan Rasm Usmani, seperti halnya Mushaf Madinah, dan Mushaf Jamahiriyyah Libya.
Maka mushaf Rasm Utsmani itu bukan hanya mushaf yang hari ini dicetak oleh Pemerintah Arab Saudi (mushaf Madinah) saja. Mushaf versi Indonesia yang ditashih oleh Kemenag RI juga menggunakan Rasm Utsmani.
Meski sama-sama menggunakan Rasm Utsmani, terdapat perbedaan di antara keduanya karena memang dalam Rasm Utsmani itu sendiri terdapat beberapa pendapat tentang penulisan lafal-lafal tertentu. Bukan hanya pendapat tunggal.
a. Nasab Abu Amr ad-Dani
Abu ‘Amr ad-Dani nama lengkapnya adalah Usman Bin Said Bin Usman Bin Amr Abu Amr ad-Dani[1]. Sebutan ad-Dani yang melekat pada dirinya merupakan nisbat kepada tanah kelahirannya, yaitu sebuah kota kecil di Andalusia (Spanyol bagian selatan) bernama al-Danniyyah, dibawah kekhalifahan Daulah Umayyah di Cordoba saat itu atau sekitar tahun (371-444 H/ 981-1053 M). Jika melihat tahunnya, maka ad-Dani hidup sekitar Daulah Umayyah dari Hisyam II Sampai Hisyam III.
Selain terkenal dengan sebutan ad-Dani, menurut al-Dzahabi, beliau juga lebih dikenal pada masa itu dengan sebutan Ibn al-Shairafi, sedangkan pada masa sekarang lebih masyhur sebagai al-Dani. Namanya selalu dikait-kaitkan dengan ilmu qiro’at sebagaimana ikatan antara Imam Syibawaih dengan ilmu nahwu, serta ikatan antara Imam Bukhari dengan ilmu hadits.[2]
Ibnu al-Jazary dalam Thabaqah al-Qurra’-nya menjelaskan bahwasannya al-Dani termasuk seorang yang terkemuka dan menjadi rujukan para qari dan perawi qiraat. Dikisahkan dari gurunya al-Hafizh ‘Abdullah Muhammad ibn Khalil bahwa kesaksian sebagian ahli qiraat pada masa itu, tidak dijumpai seorang yang melebihi al-Dani dalam hal hafalannya serta kedalaman penguasaannya terhadap ilmu qiraah.
Imam Ad-Dani hidup dalam Masa abad 4-5 Hijriyah (seperempat akhir masa waktu abad ke empat dan masuk abad ke-5), dimana saat itu masa bergejolaknya politik islam dari barat sampai timur Arab. Pada masa itu dari sisi keilmuan merupakan masa keemasan perkembangan ilmu pengetahuan (Masa Daulah Ummayah).
Perjalanan keilmuannya dimulai pada tahun 386 H, dan menjelajah ke daerah timur atau semenanjung arab dan sekitarnya pada tahun 397 H. hingga memutuskan untuk tinggal di Mesir selama satu tahun. Pada tahun 399 H, beliau menunaikan ibadah haji ke Makkah. Selama rentang waktu beberapa tahun berada di daerah timur, beliau maksimalkan dengan berguru dan mengambil sanad keilmuan kepada para ulama.
Al-Dani pun kembali ke Andalus pasca menunaikan ibadah haji. Beliau tercatat tinggal selama kurun waktu 45 tahun di Andalus dan menjadi imam qiraah disana. Al-Dani wafat pada hari Senin pertengahan bulan Syawwal tahun 444 H. dan dikebumikan di Daniyah[3]. Lautan manusia tampak tatkala proses dikebumikannya al-Dani, menggambarkan betapa kehilangan seorang ulama besar. Secara fiqih beliau bermazhab Malikiyyah, sebagaimana kebanyakan ulama dari Andalusia saat itu[4].
b. Sanad Keilmuan Al-Dani
Di dalam kitabnya al-Arjuzah al-Munabbahah, al-Dani memaparkan bahwa ia telah mengambil beragam cabang keilmuan islam dari beberapa guru. Bahkan disebutkan jumlah guru yang telah ia ambil ibroh nya tidak kurang dari 70 orang ahli, pada riwayat lain disebut juga berjumlah 90 orang.[5]
Diantara guru Abu Amr ad-Dani yang paling masyhur di kalangan masyarakat Andalusia adalah Abu Marwan ‘Ubaidillah ibn Salamah dan Muhammad Yusuf al-Qurthubi atau yang dikenal sebagai al-Najjad (w. 386 H), al-Najjad merupakan paman dari al-Dani. Dari keduanya itu al-Dani mengambil sanad riwayat Nafi’, dan dari Ibn Salamah ia mengambil riwayat Ibn ‘Amir, namun kedua gurunya tersebut tidak termaktub dalam al-Arjuzah nya. Sedangkan, guru tertua beliau adalah Abu Muslim Muhammad bin Ahmad al-Katib (w. 403 H)[6].
Diantara sekian banyak ulama ahli qiraat lain yang menjadi guru dari al-Dani ialah:[7]
- Abu al-Fath Faris ibn Ahmad al-Dlarir
- Abu al-Qasim Abd al-Aziz ibn Ja’far al-Farisy (w. 413)
- Abu Muslim Muhammad ibn Ahmad ibn ‘Ali al-Katib (w. 403)
- Khalaf ibn Ibrahim ibn Ja’far al-Khaqani al-Masry (w. 402)
- Abu al-Hasan Thahir ibn Ghalbut (w. 399)
- Abu Muhammad Abdullah al-Mashahifi
- Ahmad ibn ‘Umar al-Qhadli al-Jiziy
- Abu Muhammad Abd al-Rahman ibn ‘Umar al-Mu’dil
- Muhammad ibn Abd al-Wahid al-Baghdadi
- Muhammad ibn Abu ‘Amr al-Baghandi
c. Murid-Murid Abu Amr ad-Dani
Selain banyaknya guru yang menjadi sumber keilmuan beliau, banyak pula tokoh-tokoh islam terkemuka yang lahir dari majelis ilmu pimpinan beliau. Oleh karenanya, Abu ‘Amr al-Dani disebut juga sebagai ka’bahnya para santri, dan juga imamnya para imam pada masa itu.
Jika menilik pada keluasan ilmunya, para ulama menjadikan al-Dani sebagi sumber rujukan apabila menemukan perbedaan. Dari sekian banyak muridnya yang terkenal adalah Abu Sulaiman ibn Najah yang telah mengarang sebuah buku dalam cabang ilmu rasm ‘Utsmani dengan judul al-Tanzil fi al-Rasm. Abu Sulaiman ibn Najah mempunyai seorang murid bernama ‘Ali ibn Hudzail yang darinya belajar seseorang yang nantinya menjadi ahli qiraat terkemuka pula, ia adalah al-Qasim al-Syathibi.
Murid-murid al-Dani lainnya yang tidak kalah terkenal antara lain, ibnu al-Bayyaz dan Ahmad Abd al-Malik ibn Abi Hamzah yang mana merupakan sosok terakhir perawi kitab al-Taisir sebelum al-Dani wafat. Tercatat pula tokoh lain yang sempat menimba ilmu kepada al-Dani diantaranya, Khalaf ibn Ibrahim al-Thalithi, Abdullah ibn Sahal al-Anshari, al-‘Ash ibn Khalaf Abu Bakar al-Isybili pengarang kitab al-Tadzkirah wa al-Tahdzib, Muhammad ibn ‘Isa ibn al-Farg al-Maghami, juga Muhammad ibn Ibrahim ibn Ilyas yang lebih dikenal dengan ibn Syu’aib.
d. Karya-Karya Abu Amr ad-Dani
ad-Dzahabi (w. 748 H) menyebutkan banyak kitab yang telah ditulis oleh Abu Amr ad-Dani; kitab itu antara lain[8]:
- Jami’ al-Bayan fi as-Sab’i
- at-Taisir
- al-Iqtishad fi as-Sab’i
- Ijaz al-Bayan fi Qiraat Warasy
- At-Talkhish
- Al-Muqni’ fi ar-Rasm
- Al-Muhtawa fi Qira’at as-Syawadz
- Thabaqat al-Qurra’
- Al-Arjuzah fi Ushul ad-Diyanah
- Al-Waqf wa al-Ibtida’
- Al-‘Adad
- At-Tamhid fi Harf an-Nafi’
- Al-Lamat wa ar-Ra’at
- Al-Fitan al-Kainah
- Al-Hamzatain
- Al-Ya’at
- Al-Imalah dan masih banyak lagi
[1] Muhammad bin Ahmad adz-Dzahabi, Siyar A'lamu an-Nubala', (Baerut: Muasisah ar-Risalah, 1982 M), juz 18, hal 77
[2] Syamsuddin Abi al-Khair Muhammad ibnu Muhammad ibnu Muhammad ibnu Ali ibnu al-Jazary al-Dimasyqi al-Syafii, 2006. Ghayatun Nihayah fi Thabaqaatil Qurra’. h. 447
[3] Abdul Fattah bin Sayyid Ajmi al-Mishri (w. 1409 H), Hidayat al-Qari ila Tajwid Kalam al-Bari, (Madinah: Maktabah Thaibah, t.t), juz 2, hal. 672
[4] Muhammad bin Ahmad adz-Dzahabi, Siyar A'lamu an-Nubala', juz 18, hal 78
[5] Abu ‘Amar ‘Utsman ibn Sa’id ibn ‘Utsman ibn Sa’id al-Dani al-Andalusi. Al-Arjuzah al-Munabbahah ‘ala Asmai al-Qurra’ wa al-Ruwaat (Riyadh: Daar al-Mughni), hal. 19
[6] Muhammad bin Ahmad adz-Dzahabi, Siyar A'lamu an-Nubala', juz 18, hal 78
[7] Muhammad Mukhtar, Tarikh al-Qira’at fi al-Masyriq wa al-Maghrib, (Rabat: Isesco Iznan, 2001), h. 121
[8] Muhammad bin Ahmad adz-Dzahabi, Siyar A'lamu an-Nubala', juz 18, hal 81
0 Post a Comment: