Kamis, 15 Juli 2021

Mahram Bagi Wanita Dari Jalur Nasab


Mahram berasal dari kata ‘haram’ yang maksudnya adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi, baik keharaman itu  bersifat selamanya maupun bersifat temporer.

Mereka yang haram dinikahi untuk selama-lamanya disebut dengan istilah Mahram Mu’abbad. Maksudnya, orang-orang yang masuk dalam kategori ini tidak boleh kita nikahi selama-lamanya, apapun yang terjadi. Misalnya, seorang wanita tidak boleh menikah dengan ayah kandungnya selama-lamanya. Sebab ayah kandung adalah mahram mu’abbad baginya.

Sedangkan mereka yang haram dinikahi untuk sementara / temporer disebut dengan Mahram Mu’aqqat. Artinya, orang-orang yang masuk dalam kategori ini tidak boleh ia nikahi dalam waktu sementara, karena adanya satu sebab yang melarang. Jika sebab tersebut sudah hilang, maka hilanglah pula kemahraman, yang akhirnya menjadikan keduanya boleh menikah.

Contoh Mahram Mu'aqqat misalnya antara seorang wanita dengan abang iparnya. Selama iparnya masih menjadi suami dari kakak perempuannya, maka ia tidak boleh menikahi abang iparnya itu. Sebab, selama abang iparnya itu terikat pernikahan dengan kakak perempuannya, maka abang iparnya itu menjadi mahram mu'aqaat baginya.

Sedangkan jika lelaki itu sudah tidak lagi menjadi iparnya, maka mereka boleh menikah. Misalnya jika abang iparnya itu sudah bercerai dari kakak perempuannya, atau jika kakak perempuannya sudah meninggal dunia. Sebab, ketika abang iparnya tidak lagi terikat pernikahan dengan kakak perempuannya, maka (mantan) abang ipar itu bukan lagi menjadi mahram mu'aqqat baginya.

Maka, dalam satu waktu, wanita dilarang menikahi iparnya. Sedangkan di waktu yang lain ia boleh menikahi (mantan) iparnya itu.

Penting bagi wanita muslimah untuk mengetahui siapa saja mahramnya. Sebab itu memberikan banyak konsekwensi hukum. Adapun konsekuensi hukum antara mahram mu’abbad dengan mu’aqqat adalah sebagai berikut:

  1. Seorang wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki yang menjadi mahramnya, baik mahram mu’abbad maupun mu’aqqat.
  2. Seorang wanita juga boleh memperlihatkan sebagian auratnya pada mahram mu’abbad, namun tidak pada mahram mu’aqqat.
  3. Seorang wanita boleh berkhalwat dan bepergian berdua dengan salah satu dari mahram mu’abbad-nya, namun tidak demikian pada mahram mu’aqqat-nya.


 Baca juga: Memberi Nama Janin yang Keguguran


Siapa Saja Laki-Laki Yang Menjadi Mahram Mu'abbad Bagi Wanita?

Ada beberapa sebab yang menjadikan seorang wanita menjadi mahram mu’abbad bagi orang lain. Yakni sebab hubungan darah/nasab atau kekerabatan (Al-Qarabah), hubungan yang terjadi akibat pernikahan (mushaharah), dan hubungan persusuan (radha’ah).

Adapun dari jalur nasab, disebutkan dalam Al-Quran surah At-Thalaq ayat 23 disebutkan:


Artinya:


“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan;.....”


Dalam ayat diatas disebutkan wanita-wanita yang menjadi mahram bagi seorang laki-laki, yakni:

  • Ibu kandung,
  • Anak perempuan,
  • Kakak/adik perempuan,
  • Kakak/adik perempuan dari ayah (Bibi dari pihak ayah)
  • Kakak/adik perempuan dari ibu (Bibi dari pihak ibu)
  • Anak perempuan dari kakak/adik perempuan (keponakan)
  • Anak perempuan dari kakak/adik laki-laki (keponakan)


 Baca juga: Ayah Mertua Menikahi Ibu Kandung Menantu


Ayat diatas secara tidak langsung menjelaskan pihak-pihak yang menjadi mahram mu’abbad bagi seorang wanita dari jalur Al-Qarabah, sebagai berikut:

  • Ayah kandung, kakek kandung (ayahnya ayah /ayahnya ibu), dst.
  • Anak laki-laki, Cucu laki-laki, dst
  • Kakak/adik laki-laki,
  • Kakak/adik laki-laki dari ayah (Paman dari pihak ayah)
  • Kakak/adik laki-laki dari ibu (Paman dari pihak ibu)
  • Anak laki-laki dari kakak/adik perempuan (Keponakan)
  • Anak laki-laki dari kakak/adik laki-laki (Keponakan)

‘Paman’ yang dimaksud disini adalah laki-laki yang punya hubungan persaudaraan langsung dengan ayah atau ibu kita. Artinya ia merupakan kakak/adik dari ayah atau ibu. Baik si ‘Paman’ ini punya hubungan persaudaraan kandung, atau seayah tapi lain ibu, atau seibu tapi lain ayah. Dalam bahasa kita biasanya disebut: Paman Kandung dan Paman tiri.


Sedangkan ‘Keponakan’ yang dimaksud disini adalah anak laki-laki dari kakak/adik. Artinya, kita dengan orang tua si ‘Keponakan’ ini punya hubungan persaudaraan. Baik hubungan itu sekandung (seayah dan seibu), atau seayah tapi lain ibu, atau seibu tapi lain ayah.

Sabtu, 15 Mei 2021

Ayah Mertua Menikahi Ibu Kandung Menantu


Menurut hukum Islam, selama calon istri itu bukan termasuk wanita yang haram dinikahi, maka boleh dan sah untuk dinikahi. Wanita yang haram dinikahi biasanya disebut mahram. Meski wanita yang haram dinikahi tidak hanya karena mahram.


Dalam kasus seorang ayah mertua menikahi ibu kandung dari menantu, apakah boleh?


Jawabnya adalah sebuah pertanyaan, dari sudut pandang calon suami; apakah calon istrinya termasuk wanita yang haram dinikahi?


Jika tidak termasuk wanita yang haram dinikahi, maka pernikahannya sah menurut hukum Islam. Meski hukum sah dan tidak, tak selalu berbanding lurus dengan pantas atau tidak pantas. Karena kepantasan itu relatif.


Kita akan bahas lebih detail dahulu sebelum menjawab boleh atau tidak. Ada 3 jalur sebab seseorang menjadi mahram; karena nasab, persusuan, dan pernikahan.


Bahasa yang sering digunakan untuk larangan karena sebab pernikahan adalah mushaharah (مُصَاهَرَة). Mushaharah sendiri berasal dari kata as-shihru (الصهر) yang berarti kerabat karena pernikahan (Majma' al-Lughat al-Arabiyyah, al-Mu'jam al-Wasith, hal. 527).


Dalam Al-Qur'an disebutkan:


... وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ ...


… ibu-ibu isterimu ; anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu, maka tidak berdosa kamu mengawininya; isteri-isteri anak kandungmu... (QS. An-Nisa : 23).


Dalam ayat lain, Allah berfirman:


وَلاَ تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ آبَاؤُكُم مِّنَ النِّسَاء إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاء سَبِيلاً


Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). (QS. An-Nisa' : 22)


Maka, mahram karena hubungan pernikahan itu adalah:


1. Ibu dari istri (mertua wanita).

Kemahraman ini meski istrinya telah meninggal dunia atau telah putus ikatan perkawinannya, misalnya karena cerai dan seterusnya, tetapi mantan ibu mertua adalah wanita yang menjadi mahram selama-lamanya.


2. Anak wanita dari istri (anak tiri).

Bila seorang laki-laki menikahi seorang janda beranak perawan, maka haram selamanya untuk suatu ketika menikahi anak tirinya itu. Keharamannya bersifat selama-lamanya, meski pun ibunya telah wafat atau bercerai.


Kecuali bila pernikahan dengan janda itu belum sampai terjadi hubungan jimak suami istri, lalu terjadi perceraian, maka anak perawan dari janda itu masih boleh untuk dinikahi. Dasarnya adalah firman Allah subhanahu wa ta'ala :


وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ


(dan haram menikahi) anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya. (QS. An-Nisa' : 23)


3. Istri dari anak laki-laki (menantu).

Keharamannya berlaku untuk selama-lamanya, meski pun wanita itu barangkali sudah tidak lagi menjadi menantu.


4. Istri dari ayah (ibu tiri).

Para wanita yang telah dinikahi oleh ayah, maka haram bagi puteranya untuk menikahi janda-janda dari ayahnya sendiri, sebab kedudukan para wanita itu tidak lain adalah sebagai ibu, meski hanya ibu tiri.


Selain empat pihak ini, maka statusnya bukan mahram. Jika bukan mahram, maka hukumnya seperti orang lain pada umumnya.


Maka, bolehkah ayah mertua menikahi ibu kandung dari menantu? Jawabnya boleh. Karena bukan termasuk wanita yang haram dinikahi karena hubungan pernikahan. Pantas atau tidak? Sangat relatif.