Selasa, 26 Januari 2021

Haramkah Bagi Istri Untuk Melayani Suami yang Telah Berzina?

Ujian dalam rumah tangga pasti selalu ada. Hanya saja, jika ujian tersebut bersifat duniawi, maka bagi orang beriman tidaklah terlalu berarti. Bahkan, itu ia jadikan sebagai lahan untuk memanen pahala dan ganjaran besar dari Allah Ta'ala. Sebaliknya, jika ujian menyangkut dien, di antara salah seorang pasangan terjerumus dalam dosa besar seperti zina, maka itu benar-benar menjadi beban dalam keluarga.



Zina adalah perbuatan buruk yang sangat dicela agama. Disebut sebagai fahisyah (perbuatan keji) dan jalan yang buruk untuk melampiaskan syahwat dan mendapatkan keturunan.


وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا


"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra': 32)

Hukuman bagi pezina di dunia sangatlah berat. Bagi yang bujangan, dicambuk seratus kali dengan disaksikan orang banyak lalu diasingkan selama setahun. Sementara bagi yang sudah menikah, walaupun baru sekali seumur hidup, maka hukumannya adalah dirajam, yaitu dilempari batu hingga mati.


الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ


"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman." (QS. Al-Nuur: 2)

Para ulama berkata, "Ini adalah hukuman di dunia bagi pezina perempuan dan laki-laki yang masih bujang, belum menikah. Jika sudah menikah walau hanya sekali maka keduanya dirajam dengan batu hingga mati. Begitulah yang tertera dalam sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Jika belum ditegakkan qishah terhadap keduanya di dunia dan mati tanpa bertaubat maka keduanya disiksa di neraka dengan cambuk api." (Dinukil dari Al-Kabair, Imam al-Dzahabi)

Di dalam al-Kabair juga disebutkan, "Sebagaimana yang tertera dalam Zabur: Para pezina akan digantung pada kemaluan mereka di neraka dan akan disiksa dengan cambuk besi. Maka jika mereka menjerit kesakitan karena cambukan maka Malaikat al-Zabaniyah berkata, "Kemana suara ini saat engkau tertawa-tawa, bergembira, dan bersuka ria serta tidak merasa diawasi oleh Allah Ta'ala dan tidak malu kepada-Nya."

Imam al-Bukhari meriwayatkan hadits mimpinya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam tidurnya yang berasal dari Samurah bin Jundub, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam didatangi Jibril dan Mikail 'Alaihimas Salam, beliau berkisah: Kami berangkat pergi sehingga sampai di suatu tempat semacam 'Tannur' (tungku api) yang atasnya sempit sedangkat bagian bawahnya luas. Di dalamnya terdengar suara gaduh dan jeritan-jeritan. Kami menengoknya ternyata di dalamnya terdapat banyak laki-laki dan perempuan telanjang. Jika mereka terjilat api dari bawahnya mereka melonglong oleh panasnya yang dahsyat. Aku bertanya, "Siapa mereka itu, wahai Jibril?" Ia menjawab, "Mereka adalah para pezina laki-laki dan perempuan, beginilah adzab bagi mereka sampai tibanya hari kiamat." Kita memohon kepada Allah ampunan dan kesejahteraan.


Tentang tafsir bahwa Jahannam memiliki tujuh pintu dalam QS. Al-hijr: 44,


لَهَا سَبْعَةُ أَبْوَابٍ لِكُلِّ بَابٍ مِنْهُمْ جُزْءٌ مَقْسُومٌ


"Jahanam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka." Atha' rahimahullah berkata, "Pintu yang paling hebat siksa, panas, dan jilatannya serta paling busuk baunya adalah pintu yang diperuntukkan bagi pezina yang melakukan zina sesudah mengetahui keharamnnya.

Makhul al-Dimasyqi berkata, "Para penghuni neraka mencium bau busuk lalu mereka berkata: Kami tidak pernah mendapati bau yang lebih busuk dari bau ini. Kemudian dikatakan kepada mereka: ini adalah bau kemaluan para pezina."

Ibnu Zaid –salah seorang ulama tafsir- berkata, "Sesungguhnya bau busuk kemaluan pezina benar-benar menyiksa penghuni neraka."

Sesudah mengetahui buruknya kedudukan zina dan dahsyatnya siksa bagi pezina, apakah ada seorang muslim yang masih berani berzina?


Jika Suami Terjerumus ke Dalam Zina


Pezina muhshan (orang yang pernah menikah) diancam di dunia dengan hukuman yang lebih berat daripada yang bujangan. Hal ini karena kekufurannya terhadap nikmat Allah, masih memilih yang haram sesudah merasakan yang halal. Lalu apabila suami tejerumus ke dalam zina, apakah istrinya tidak boleh lagi melayaninya?

Walaupun hina perbuatan zina dan berat siksa bagi seorang muhshan yang sudah terjerumus ke dalamnya, tidak lantas istrinya haram baginya karena zina tersebut. Karena hukum asal, tidak diharamkan. Jika ingin mengeluarkan dari hukum asalnya, maka harus ada dalil lain yang menerangkan dengan tegas tentang keharamannya. Namun jika suami tersebut terus-menerus (kecanduan) zina, maka wajib bagi istrinya untuk menjauhinya dan meminta cerai kecuali ia benar-benar bertaubat. Karena Allah Ta'ala berfirman,


الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ


"Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin." (QS. Al-Nuur: 3) wallahu Ta'ala a'lam.



Mari Bersedekah Seiklasnya

Selasa, 29 September 2020

Di Masa Iddah, Istri Masih Berhak Dinafkahi !

 Seringkali kita melihat adegan suami-istri bercerai di televisi, lalu kemudian istri segera angkat koper dan 'minggat' dari rumah suaminya. Adegan-adegan semacam itu tak jarang ditampilkan, baik dalam reality show atau di sinetron-sinetron yang bisa saja tayang di prime time.


Padahal, Ulama Fiqih sepakat bahwa wanita yang ditalak raj'i (talak 1 dan 2 ) dan sedang menjalani masa iddahnya masih berhak mendapat nafkah dari suaminya berupa tempat tinggal, pakaian, makan dan kebutuhan hidupnya yang lain. Baik saat ditalak itu ia sedang hamil atau tidak. (al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-kuwaitiyyah 29/353)



Maka, sebenci apapun suami pada istrinya pada saat perceraian itu terjadi, haram baginya mengusir istri yang sedang menjalani masa iddah dari rumahnya. Begitupula istri, ia tidak boleh serta merta 'kabur' dari rumah suaminya saat masih menjalani masa iddah, sekesal apapun dia pada suaminya.


Hal ini sebagaimana disebutkan dalam al-Qur'an:


لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِن بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَن يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ


"Janganlah kamu keluarkan mereka (istri-istri yang dicerai) dari rumah mereka dan janganlah mereka diizinkan ke luar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat dzalim terhadap dirinya sendiri." (at-Talaq : 1)


Adapun wanita yang ditalak ba'in (talak ke-3 kali) juga masih berhak atas nafkah diatas apabila saat ditalak oleh suaminya ia sedang mengandung janin dari suaminya.


Salah satu hikmah dari ketentuan ber-iddah ini adalah agar keduanya memikirkan kembali dengan matang tentang keputusan besar yang telah mereka buat. Sehingga jika diinginkan, maka suami dan istri dapat rujuk kembali di masa iddah itu tanpa harus mengulang ijab qabul pernikahan.


Beberapa hikmah pensyariatan iddah ini antara lain:

1) Istibra' ar-rahim. Wanita mu'taddah (wanita yang menjalani iddah) tidak boleh menikah lagi dengan laki-laki lain sampai ia selesai menjalani iddah-nya. Tujuannya agar rahim terhindar dari percampuran sperma dari laki-laki yang berbeda. Maka jika ternyata ia hamil ditengah-tengah menjalani masa iddah, maka akan jelas siapa ayah kandungnya.


2) Menghormati kemuliaan pernikahan. Talaq dapat menodai kesucian pernikahan bila dilakukan tanpa ada alasan syar'i.


3) Memberi tenggat waktu untuk suami-istri, yakni menjaga hak rujuk yang ada di tangan suami, menjaga kemashlahatan untuk pihak istri, serta menjaga hak dan mashlahat anak-anak mereka yang bisa saja terdzalimi sebab perceraian orangtuanya.


Maka dalam masa itu hendaknya pasangan suami-istri yang baru saja mengalami perceraian ini diharuskan tetap tinggal bersama dalam satu rumah dalam masa tertentu (selama masa iddah) agar keduanya kembali berfikir dengan matang mengenai keputusan besar yang baru saja dibuatnya.


Dalam masa iddah, jika suami ternyata ingin kembali rujuk, misalnya "mulai hari ini, engkau aku rujuk". atau "hari ini engkau jadi istriku seperti sebelumnya",atau kalimat yang serupa, maka rujuk telah terjadi. Bahkan rujuk dengan mengajak istri untuk berhubungan intim-pun dibolehkan.


Hak untuk menjatuhkan Talak dan Rujuk diberikan oleh Allah SWT kepada pihak suami. Sehingga, saat suami menyatakan rujuk pada istrinya yang sedang menjalani masa iddah, maka rujuk telah terjadi, Dan istri hendaklah menyambut baik ajakan rujuk itu dengan penuh syukur dan ketaatan kepada suaminya.


Itulah diantara hikmah disyariatkannya iddah. Sesungguhnya Allah adalah hakim yang seadil-adilnya, dan Pembuat Hukum (syari') yang sebaik-baiknya.


Wallahu a'lam bishshawab.