Rabu, 07 Juli 2021

20 Sifat Wajib Pada Allah Beserta Dalilnya

Merupakan kewajiban seorang muslim untuk mendalami ilmu tauhid yang akan membuat kecintaan kepada Allah SWT semakin besar. Dan jika diterapkan sejak dini kepada anak, hal tersebut juga akan terus diingatnya hingga dewasa bahkan sampai akhir hayatnya. Salah satu investasi keimanan yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah mengenalkan sifat wajib Allah SWT kepada anak. Sifat Wajib adalah sifat yang dimiliki oleh Allah SWT yang maha sempurna. Dengan mempelajarinya, diharapkan keimanan seseorang akan lebih bertambah.



Dalam mengenalkan dan mengajarkan anak untuk mengetahui sifat wajib Allah, Moms melakukannya sambil bermain. Misalkan menggunakan flash card dan bermain game memori, atau mencocokkan sifat wajib Allah kepada artinya. Selain dapat mengenal sifat wajib Allah, Si Kecil juga akan mendapatkan banyak manfaat lain dari bermain yang tentu saja menyenangkan. Sains mendukung manfaat bermain yang akan dirasakan oleh anak saat terbiasa melakukannya.


Saat bermain, hal tersebut memiliki efek positif pada otak dan kemampuan anak untuk belajar, dilansir Parenting Science. Faktanya, bermain dapat berfungsi sebagai mode pembelajaran yang efektif dan akan terasa lebih menyenangkan dan tidak terasa sebagai aktivitas belajar yang monoton.


Inilah 20 sifat wajib Allah yang bisa dikenalkan kepada Si Keci:


1. Wujud (Ada)

Sifat wajib Allah SWT yang pertama adalah ‘wujud’ yang artinya ‘ada’. Maksudnya, Allah adalah zat yang pasti ada, Dia berdiri sendiri, tidak diciptakan oleh siapapun dan tidak ada Tuhan selain Allah Ta’ala. Bukti bahwa Allah SWT itu ada adalah terciptanya alam semesta dan seisinya.


Allah SWT berfirman: “Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudia ia bersemayam di atas ‘Arsy. Tidak ada bagi kamu selain daripada-Nya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi Syafa’at 1190. Maka kamu tidak memperhatikan?” (QS As-Sajadah: 4).


2. Qidam (Awal)

Qidam memiliki arti terdahulu. Maksudnya, Allah SWT adalah sang pencipta yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Oleh karena itu, tidak ada pendahulu atau yang mengawali selain Allah SWT. Allah SWT tidak diciptakan karena menjadi zat pertama yang mengawali semua hal.


Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Alquran: “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al-Hadid: 3).


3. Baqa’ (Kekal)

Sifat wajib Allah yang selanjutnya adalah ‘Baqa’’ yang artinya kekal. Allah itu Maha kekal, tidak akan punah dan binasa atau mati. Tidak ada akhir bagi Allah SWT.


Sebagaimana disampaikan oleh Allah SWT: “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. BagiNya-lah segala penentuan, dan hanya kepadaNya-lah kamu dikembalikan.” (QS Al-Qasas: 88).


4. Mukholafatul Lilhawaditsi (Berbeda dengan Makhluk Ciptaannya)

Karena Allah SWT adalah yang penciptakan, maka Allah SWT sudah pasti jauh berbeda dengan makhluk-makhluk ciptaanya. Tidak ada satupun yang mampu sebanding denganNya dan mampu menyerupai keagunganNya.


Hal ini dijelaskan dalam Alquran: “Tidak ada satupun yang serupa dengan Dia dan Dialah yang Maha Mendengan dan Melihat.” (QS Asy-Syura: 11).


5. Qiyamuhu Binafsihi (Berdiri Sendiri)

Qiyamuhu Binafsihi menjadi sifat wajib Allah selanjutnya. Memiliki arti ‘berdiri sendiri’, sesungguhnya Allah SWT Ta’ala berdiri sendiri, tidak bergantung oleh siapapun dan tidak membutuhkan bentuan karena Allah SWT adalah sang pencipta.


Alquran menjelaskan: “Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta.” (QS Al-Ankabut: 6).


6. Wahdaniyah (Tunggal / Esa)

Maksudnya, Allah-lah satu-satunya tuhan pencipta alam semesta. Sebagaimana dijelaskan dalam Alquran: “Seandainya di langit dan di bumi ada tuhan – tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu akan binasa.” (QS Al-Anbiya: 22).


7. Qudrat (Berkuasa)

Sebagai pencipta, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan tidak ada yang bisa menandingi kekuasaan-Nya. Seperti tertera dalam Alquran: “Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (QS Al-Baqarah: 20).


8. Iradat (Berkehendak)

Allah Maha Berkehendak atas segala sesuatu. Oleh karena itu, kejadian apapun pasti terjadi atas kehendak Allah SWT. Penjelasan dalam Alquran yakni: “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: ‘Jadilah!’, maka terjadilah.” (QS Yasiin: 82).


9. ‘ilmun (Mengetahui)

Allah SWT Maha Mengetahui atas segala sesuatu baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Allah SWT berfirman: “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS Qaf : 16).


10. Hayat (Hidup)

Allah Maha Hidup, tidak akan pernah binasa ataupun musnah. Dia kekal selamanya. “Dan bertakwalah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya.” (QS Al-Furqon: 58).


11. Sama’ (Mendengar)


Allah Maha mendengar apa yang diucapkan hambanya, tidak ada yang akan terlewat oleh-Nya. “Dan Allah-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Maidah: 76).


12. Basar (Melihat)

Termasuk dalam sifat wajib Allah, semua yang ada di dunia ini tidak luput dari pengelihatan Allah SWT karena pengelihatan-Nya tidak memiliki batasan. Allah SWT bisa melihat apapun, kapanpun di mana pun lebih dari yang manusia fikirkan. “Dan Allah melihat atas apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Hujurat: 18).


13. Qalam (Berfirman)

Melalui firman-Nya, Allah SWT memberikan tugas kepada nabi dan rasulnya untuk menyebarkan Qalam-Nya sebagai pegangan umat manusia. “Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan kami) pada waktu yang telah kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya.” (QS Al-A’raf: 143).


14. Qadiran (Berkuasa)

Mengenai sifat wajib Allah ini telah dijelaskan dalam Alquran: “Hampir kilat itu menyambar pengelihatan mereka. Setiap kali sinar itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. jika Allah menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran dan pengelihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (QS Al – Baqarah: 20).


15. Muridan (Berkehendak)

Apabila Allah sudah menakdirkan sesuatu, maka tidak ada yang dapat menolak kehendak-Nya. “Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” (QS Hud: 107).


16. Aliman (Mengetahui)

Sebagai sifat wajib Allah, artinya Allah Maha mengetahui atas segala sesuatu. Tidak ada yang bisa disembunyikan, bahkan hanya sebesar debu pun, baik tindakan baik atau buruk. “Dan Allah Maha Mengetahui sesuatu…” (QS An-Nisa: 176).


17. Hayyan (Hidup)

Allah SWT selalu hidup dan dapat mengawasi hamba-hambaNya karena tidak pernah tidur. “Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup, yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa hamba-hamba-Nya.” (QS Al-Furqon: 58).


18. Sami’an (Mendengar)


Allah memiliki sifat wajib Sami’an yang berarti mendengar. Tidak ada yang terlewatkan bagi Allah dan tidak ada pula yang melampui pendengaranNya. Gemericik angin hingga desiran di dalam hati seseorang pun Allah SWT mengetahuinya.


19. Bashiran (Melihat)

Bashiran juga memiliki arti melihat. Allah selalu melihat dan mengawasi hamba-hamba-Nya. Oleh karena itu, sudah semestinya umat Islam selalu berbuat kebaikan dan merasa diri selalu diperhatikan oleh Allah.


20. Mutakalliman (Berfirman atau Berkata-kata)

Mutakalliman juga berarti berkata-kata. Allah berfirman lewat kitab-kitab suci yang diturunkan dan disampaikan oleh para nabi dan rasul. Semua yang datang dari Allah SWT adalah benar adanya dan semua manusia harus tunduk pada perintahnya.


Mengenalkan sifat wajib Allah sejak dini akan bernilai pahala yang akan berlangsung seumur hidup anak. Moms juga bisa mengenalkannya sambi bernyanyi. Pasti ini akan lebih menyenangkan bukan!

Jumat, 29 Maret 2019

Kisah indah Ibnu Hajar dengan Seorang Yahudi
Kisah indah Ibnu Hajar dengan Seorang Yahudi



Ibnu Hajar rahimahullah dulu adalah seorang hakim besar Mesir di masanya. Beliau jika pergi ke tempat kerjanya berangkat dengan naik kereta yang ditarik oleh kuda-kuda atau keledai-keledai dalam sebuah arak-arakan.

Pada suatu hari beliau dengan keretanya melewati seorang yahudi Mesir. Si yahudi itu adalah seorang penjual minyak. Sebagaimana kebiasaan tukang minyak, si yahudi itu pakaiannya kotor. Melihat arak-arakan itu, si yahudi itu menghadang dan menghentikannya.
Si yahudi itu berkata kepada Ibnu Hajar:
“Sesungguhnya Nabi kalian berkata:

“Dunia penjara orang mu`min dan surga orang kafir.” (HR. Muslim)

Namun kenapa engkau sebagai seorang beriman menjadi seorang hakim besar di Mesir, dalam arak-arakan yang mewah, dan dalam kenikmatan seperti ini. Sedang aku -yang kafir- dalam penderitaan dan kesengsaran seperti ini.”

Maka Ibnu Hajar menjawab: “Aku dengan keadaanku yang penuh dengan kemewahan dan kenimatan dunia ini bila dibandingkan dengan kenikmatan surga adalah seperti sebuah penjara. Sedang penderitaan yang kau alami di dunia ini dibandingkan dengan yang adzab neraka itu seperti sebuah surga.”

Maka si yahudi itupun kemudian langsung mengucapkan syahadat: “Asyhadu anla ilaha illallah. Wa asyhadu anna Muhammad rasulullah,” tanpa berpikir panjang langsung masuk Islam.
Subhanallah, sangat menakjubkan hadits Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kisah ini…

Bahan Renungan:
Imam An-Nawawi menjelaskan hadits ini: “Dunia itu penjaranya orang yang beriman dan surganya orang kafir.”
“Maknanya bahwa setiap mukmin itu dipenjara dan dilarang di dunia ini dari kesenangan-kesenangan dan syahwat-syahwat yang diharamkan dan dibenci. Dia dibebani untuk melakukan ketaatan-ketaatan yang terasa berat. Jika dia meninggal dia akan beristirahat dari hal ini. Dan dia akan berbalik kepada apa yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan abadi dan kelapangan yang bersih dari cacat. Sedangkan orang kafir, dia hanya akan mendapatkan dari kesenangan dunia yang dia peroleh, yang jumlahnya sedikit dan bercampur dengan keusahan dan penderitaan. Dan bila dia telah mati, dia akan pergi menuju siksaan yang abadi dan penderitaan yang selama-lamanya.”(Syarah Shohih Muslim No. 5256)

Maka sepantasnya seorang mukmin bersabar atas hukum Allah dan ridha dengan yang ditetapkan dan ditaqdirkan oleh Allah. Semoga kita diberi taufik, kemudahan, dan al-afiat untuk menjalani kehidupan dunia ini. Amiin


(Sumber: Syarh Shohih Muslim dan lainnya)
Shared By Kisah Penuh Hikmah

Kamis, 20 Desember 2018

Kesabaran Ulama' dalam Berdakwah Tauhid

CERMIN KESABARAN ULAMA AHLUSSUNNAH DALAM BERDAKWAH:

BUKANLAH PERKARANYA MANUSIA MENGENALMU AKAN TETAPI PERKARANYA ENGKAU MENGENAL ALLAH


Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili hafizhahullah wa nafa'ana bi'ilmihi berkata:

"Orang mukmin yang mengetahui hak Allah Ta'ala, maka dia akan bersabar di atas dakwah kepada tauhid meskipun dia tinggal seorang diri. Sekiranya dia tinggal seorang diri dalam sebuah kampung dalam kondisi ditinggalkankan orang-orang dan mereka menjauhinya dikarenakan dia menyeru manusia kepada tauhid, maka dia akan tetap menyeru kepada tauhid dan merealisasikan tauhid.

Apabila diajarkan tauhid, maka yang datang sepuluh orang, namun apabila diajarkan kisah-kisah yang datang lima puluh ribu orang. Seorang mukmin mengajarkan tauhid meskipun ada seorang di sisinya dan dia akan bersabar serta bergembira terhadap pengajaran tauhidnya.

Demi Allah wahai saudara-saudara! Kami mendapati guru-guru kami ini, guru kami Syaikh Abdul Aziz Asy Syibl semoga Allah merahmatinya dengan rahmat yang luas adalah seorang yang bertakwa kepada Allah Ta'ala lagi pilihan dan kami tidaklah merekomendasi seorang pun di atas Allah, namun kami mengenal Beliau dengan agama, ibadahnya, dan lembutnya hati.

Asy Syaikh pernah mengajariku di ma'had ats atsanawi. Jika disebutkan para sahabat Nabi, maka Beliaupun menangis --semoga Allah Ta'ala merahmatinya dengan rahmat yang luas---, seorang yang bertauhid, seorang yang tauhidnya menakjubkan, hafizh (hafal) Al Quran. Dulu Syaikh Ibnu Shalih rahimahullah berkata: saya tidak tenang dalam shalatku kecuali bila ada Syaikh Asy Syibl dibelakangku maksudnya Syaikh orang yang hafizh.

Syaikh rahimahullah meninggal di masjid ini. Beliau mengajar disana setelah meriwayatkan, demi Allah saya melihat dengan kedua mataku wahai saudara-saudara, Beliau mengajar dan tidak ada muridnya! Beliau duduk di atas kursi dan disana tidak ada seorangpun yang duduk, namun Syaikh mengajar tauhid hingga selesai lalu shalat Isya berjamaah dan pulang. Semoga Allah merahmatinya dengan rahmat yang luas. Demikianlah kami melihat sebagian guru kami.

Sebagian murid Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah menyebutkan kepadaku bahwa Syaikh di awal kegiatan Beliau mengajar tidaklah seorangpun datang, sehingga muadzin masjid disuruh bermajelis bersama Beliau lalu Syaikh mengajar sebab Beliau mengajar karena Allah Ta'ala bukan karena publik. Jika seseorang itu melakukan sesuatu yang wajib atasnya di sisi Allah karena Allah, maka padanya ada hikmah.

Sebagian orang---wal'iyadzubillah---tertawa setan atasnya dengan mengatakan kepadanya: engkau bila mengajar tauhid maka tidak seorangpun yang akan datang kepadamu, namun bila engkau mengajar fikih terutama matan madzhab Malik ketika engkau ada di kalangan pengikut madzhab Malik atau matan madzhab Hanafi ketika berada di kalangan pengikut madzhab Hanafi atau madzhab Syafi'i ketika engkau ada di kalangan pengikut madzhab Syafi'i atau matan Hanbali ketika engkau ada di kalangan pengikut madzhab Hanbali, niscaya akan hadir banyak orang di sisimu!

Seluruhnya ilmu, mengajar fikih tidak diragukan lagi bahwasannya fikih kebaikan dan ilmu namun seseorang jangan meninggalkan pengajaran tauhid dikarenakan sedikitnya orang yang hadir di sisinya dan inilah buah pengetahuan kita tentang pentingnya tauhid.

Dari sini kalian mengetahui kepahaman Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam membuat bab kitab ini dan membuat urutan kitab ini, dimana Beliau mengawalinya dengan pembukaan yang menjadikan seorang mukmin terikat dengan tauhid dan merealisasikan perkara yang telah kita menyebutkannya.

Wahai saudara-saudara; bukanlah perkaranya orang-orang mengenalmu akan tetapi perkaranya engkau mengenal Allah.

Betapa banyak ulama dan syaikh yang kita mengenal dan mendapati mereka tidak dikenal mayoritas orang, namun mereka termasuk hamba Allah pilihan secara ilmu dan pengajaran seperti orang yang sudah saya sebutkan yaitu guru kami Syaikh Abdul Aziz Asy Syibl rahimahullah yang mungkin mayoritas kalian tidak mengenalnya, akan tetapi Beliau termasuk ulama dan hamba yang taat.

Guru kami Syaikh Abdurrahman bin Abdul Aziz Asy Syibl--- rahimahullah rahmatan wasi'ah--- guru dan ustadz saya meninggal ketika muda rahimahullah. Seorang da'i tauhid, ulama tauhid, dan termasuk orang yang giat beribadah, tidaklah saya mengetahui Beliau meninggalkan shalat Dhuha. Beliau dulu menyelinap di antara pohon di Fakultas Syariah dan shalat Dhuha-- rahimahullah rahmatan wasi'ah--.

Betapa banyak ulama yang taat tidak kalian kenal, namun Allah mengenal dengan pengetahuan mereka sehingga perkaranya-- wahai saudara-saudara--bukanlah orang-orang mengenalmu. Bukanlah perkaranya keberadaanmu di depan publik, bukanlah perkaranya engkau populer.

Demi Allah! Sesungguhnya popularitas seringkali menjadi bencana atas seseorang. Akan tetapi seseorang hendaknya mengenal Allah dan menjadi hamba Allah yang shalih, orang yang memperbaiki, orang yang bersungguh-sungguh dalam mencurahkan apa yang dia mampu untuk mendekatkan manusia kepada Allah Ta'ala.

Wahai para penuntut ilmu janganlah sekali-kali popularitas menjadi cita-cita kalian. Janganlah kalian mengalihkan perhatian untuk dikenal orang akan tetapi antusiaslah untuk engkau mengenal Allah. Perbaikilah hubungan yang ada antara kalian dan Allah Ta'ala. Adapun apa yang lebih dari itu, maka urusannya kembali kepada Allah karena Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.

Sungguh engkau lebih baik meninggal dan tidak dikenal, namun kedudukanmu tinggi di surga disebabkan engkau mati dalam kondisi tidak dikenal. Namun mengenalnya manusia kepadamu seringkali sebagai sebab bencana atasmu.

Oleh karena itu antusiaslah terhadap apa yang bermanfaat kepadamu. Antusiaslah terhadap perkara yang mengangkat derajatmu yaitu engkau mengenal Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan melakukan perkara yang diridhai Allah Ta'ala. Apabila engkau mengetahui bahwa ini diridhai Allah, engkaupun antusias terhadapnya disertai kelembutan terhadap manusia dan beradab terhadap manusia.

Adapun manusia ridha terhadapmu, maka ini perkaranya sesuai kehendak Allah dan Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.

Pelajaran Ketiga/Syarh Kitabut Tauhid

https://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=162203#entry740031

Dikutip dari
http://telegram.me/ukhwh