Jumat, 22 Januari 2021

Nabi Adam, As. Sang Manusia Pertama

 Nabi Adam as (bahasa Arab: آدم عليه السلام) menurut riwayat adalah manusia pertama dan bapak seluruh umat manusia. Ia dibentuk dan diciptakan langsung oleh Allah swt. Setelah diberi ruh, para malaikat diminta untuk sujud dihadapannya. Istrinya bernama Hawa, dan keduanya karena memakan buah terlarang atas rayuan setan akhirnya dikeluarkan dari surga. Nabi Adam as adalah khalifah pertama Tuhan di muka bumi dan merupakan nabi yang pertama.

Pembahasan mengenai proses penciptaan, ditiupkannya ruh, sujudnya para malaikat, kemaksuman, diturunkannya ke bumi adalah pembahasan kalam dan riwayat. 

Asal Muasal Nama Adam

Adam tidak berasal dari Bahasa Arab. Kata ini digunakan dalam kisah penciptaan manusia yang terdapat dalam kitab Taurat. Namun jika mencari akar katanya dari Bahasa Ibrani juga tidak ditemukan kejelasan. Muannats dari kata ini yaitu Adamah ( اَدَمَه ) terdapat dalam Bahasa Ibrani yang artinya tanah. Akar ء د م dalam bahasa Ibrani memiliki arti merah yang menunjukkan warna pada tanah yang dari itu Adam diciptakan.


Sebab Penamaan

Meskipun Adam tidak berasal dari bahasa Arab, namun sebagian Mufassir menyebutkan beberapa alasan dari penyebutan Adam dengan nama ini. Seperti misalnya, kata Adam diambil dari istilah " ادیم‌الارض ", karena manusia diciptakan berasal dari tanah. Raghib Esfahani menyebutkan 4 alasan penamaan Adam pada manusia pertama:


Karena tubuh Adam berasal dari tanah yang diambil dari bumi ( ادیم ).

Karena kulitnya berwarna kecoklat-coklatan.

Karena ia diciptakan dari beragam unsur dan juga kekuatan yang berbeda-beda. اُدْمهَ artinya kasih sayang dan pencampuran.

Karena ia bersumber dari ruh dan wewangian Ilahi. اِدام artinya makanan yang berbau wangi.


Adam dalam Literatur Islam

Pembahasan mengenai Adam dan proses penciptaannya dalam agama Islam memiliki posisi yang penting. Adam dalam pandangan Islam adalah Nabi yang pertama. Karena itu, kaum Muslimin ketika hendak menunjukkan silsilah kenabian menyebutkan dari Adam hingga penutup para Nabi. Setiap pembahasan mengenai Adam dalam kitab tafsir, hadis, sejarah maupun adab selalu disertai dengan penjelasan dari ayat-ayat Alquran.

Dalam Alquran, nama Adam disebutkan 25 kali. Penjelasan mengenai proses penciptaannya disebutkan dalam surah Al-Baqarah, Al-A’raf, Al-Hijr, Al-Isra', Thaha dan Shad.

Para Mufasir berdasarkan ayat-ayat Alquran mengklasifikasikan pembahasan mengenai Adam dalam beberapa tema bahasan. Diantaranya sebagai berikut:


Khalifah Tuhan

Kata "khalifah" dalam ayat yang ketika Allah swt berfirman, "Aku akan ciptakan khalifah di muka bumi." itu artinya apa?. Para Mufassir memiliki pandangan yang beragam mengenai hal tersebut, namun mayoritas mengatakan yang dimaksud khalifah adalah wakil Tuhan di muka bumi. Juga terdapat sejumlah riwayat yang berbeda-beda mengenai hal tersebut, namun para Mufassir lebih menguatkan pendapat yang dimaksud khalifah adalah wakil Tuhan.

Dialog Tuhan dengan Malaikat mengenai Penciptaan Adam

Pada dialog antara Tuhan dengan malaikat mengenai penciptaan Adam, disebutkan malaikat berkata kepada Allah swt, "Apakah Engkau hendak menciptakan di muka bumi seseorang yang akan berperang dan saling menumpahkan darah?".

Yang menjadi pertanyaan, darimana para malaikat mengetahui bahwa umat manusia akan terjebak pada situasi saling berperang dan saling membunuh satu sama lain? Mengenai hal ini para Mufassir memiliki pandangan yang beragam dengan menyertakan riwayat masing-masing sebagai penguat.

Thabari dengan menukil banyak riwayat mengajukan beragam pendapat sebagai berikut: Sebagian mengatakan, sebelum manusia diciptakan, telah terlebih dulu ada umat Jin di muka bumi, yang mereka gemar berperang dan saling menumpahkan darah satu sama lain. Melihat itu, para malaikatpun menilai nasib umat manusia juga akan sama dengan umat jin tersebut.

Sebagian juga mengatakan, ketika Allah swt berfirman hendak menciptakan manusia di muka bumi, para malaikat bertanya, bagaimana keadaan mereka kelak? Allah swt menjawab, mereka akan saling berperang dan menumpahkan darah. Karenanya malaikat bertanya, "Untuk apa Engkau menciptakan mereka?". Allah swt berfirman, "Mengenai takdir umat manusia, baik mengenai kebaikan maupun keburukannya Aku sangat mengetahuinya, yang kalian tidak mengetahuinya."

Sebagian lagi mengatakan, seblum Allah swt menciptakan Adam, Dia menyampaikan informasi mengenai Adam kepada para Malaikat, dan sebagian informasi lainnya Dia rahasiakan, sehingga para malaikat hanya bertanya mengenai informasi yang telah mereka dapatkan.


Thabrisi dalam kitabnya mengajukan tiga pendapat:


Sebelum manusia diciptakan, telah ada umat Jin di muka bumi, yang mereka saling menumpahkan darah, sehingga malaikat menganalogikan nasib umat manusia tidak akan berubah dengan keadaan umat Jin tersebut.

Pertanyaan malaikat berupa keinginan untuk mencari tahu, apakah kehidupan manusia kelak diantara mereka saling menumpahkan darah atau tidak?.

Allah swt sendiri yang menyampaikan kepada para malaikat, bahwa nasib manusia kelak akan seperti itu. Namun manfaat lain dari penciptaan Adam, Allah swt tetap rahasiakan sehingga malaikat tetap yakin pada hikmah dan ilmu Allah swt.


Peniupan Ruh Tuhan pada Jasad Adam

Dalam surah Al-Hijr dan Shad, Allah swt menyebutkan ruh-Nya sendiri yang telah ditiupkan-Nya kepada jasad Adam. Demikian pula pada ayat lain, pada proses penciptaan Nabi Isa as, kata "ruh" dinisbatkan kepada Allah swt. Apa maksud dari penisbatan "ruh" kepada Allah?. Mufassir mengemukakan sejumlah pandangan mengenai hal ini.

Disebutkan, yang dimaksud "telah Kutiupkan ruh-Ku padanya" adalah pemberian kehidupan kepada Adam dengan cara memberikan ruh kepadanya. Penyebutan "Ruh-Ku" dimaksudkan sebagai bentuk pemuliaan nabi Adam as.Allah swt menyebut ruh Adam sebagai ruh-Nya untuk memuliakan dan mengagungkan Adam. Sementara maksud kata "meniupkan" yang tersebut dalam ayat adalah ruh itu diberikan kepada jasad manusia bukan sebagaimana masuknya udara kedalam tubuh manusia.


Sujudnya Malaikat atas Adam

Berdasarkan ayat-ayat Alquran, para malaikat sujud kepada Nabi Adam as, sebagaimana perintah Allah swt sendiri. Mengingat sujud yang diyakini kaum Muslimin adalah bentuk ibadah khusus yang sesungguhnya hanya untuk Allah swt dan ketika sujud kepada selain-Nya, maka akan terkategorikan kafir dan musyrik. Bagaimana mensinkronkan hal ini?

Para Mufasir mengatakan, sujud yang diperintahkan Allah swt kepada para malaikat untuk melakukannya dihadapan Nabi Adam as, bukanlah sujud penyembahan, melainkan sujud penghormatan. Sujud yang para malaikat lakukan untuk Nabi Adam as adalah salam penghormatan dan bentuk pemuliaan mereka atas ciptaan Allah swt tersebut.


Hawa

Pada kisah mengenai Nabi Adam as sering disebutkan nama istrinya Hawa. Dalam Alquran mendapatkan khitab tiga kali bahwa Allah menciptkan kalian dari diri yang satu, dan dari padanya Dia menciptakan istrinya.


Surga Adam

Surga Adam adalah tempat kediaman pertama Adam as dan Hawa pada awal peciptaan mereka. Surga Adam disebutkan tiga kali dalam Alquran. Di dalam surga ini, Adam dan Hawa mendapatkan segala bentuk kenikmatan, namun mereka bedua diperingatkan supaya jangan mendekati satu pohon dan jangan makan buahnya. Adam dan Hawa atas rayuan setan memakan buhan pohon terlarang tersebut dan akibatnya mereka dikeluarkan dari surga.

Terkait posisi surga Adam ada tida pendapat; kebun di bumi,surga barzah di langit dan surga mau'ud (yang dijanjikan).


Turun

"Hubuth" secara linguistik berarti "turun secara terpaska". dan dalam istilah adalah kisah keluarnya Adam dan Hawa dari surga. Dalam beberapa ayat, Allah mengisyaratkan tentang kisah tersebut: "Turunlah kamu!sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan". Mengenai "hubuth" ini terdapat beragam pendapat di antara para ulama dan mufassir. sebagian mereka meyakini bahwa makna "hubuth" (turun) ini bukan jasmani melainkan hubuth maqami (turun secara kedudukan).


Pohon Terlarang

Allah swt mengizinkan Adan dan Hawa untuk memakan buah dari setiap pohon kecuali satu pohon. Thabari menukil riwayat yang beragam dari Ibnu Abbas, Abu Malik, Abu ‘Athiah, Qatadah dan perawi lainnya, bahwa pohon terlarang itu adalah gandum. Pada riwayat lain disebutkan buah terlarang tersebut adalah anggur atau pohon tin. Thusi selain juga menukil riwayat bahwa pohon tersebut adalah gandum, anggur dan tin, juga menukil riwayat dari Imam Ali As yang menyebut pohon tersebut adalah pohon Kamfor (kapur).

Akhirnya, dengan rayuan setan Adam dan Hawa memakan buah pohon terlarang tersebut dan dikeluarkan dari surga.


Kemaksuman Nabi Adam as

Kisah penciptaan Nabi Adam as berhubungan erat dengan kemaksuman para nabi. Berdasarkan akidah kaum muslimin, dikarenakan para nabi adalah penyampai pesan Ilahi kepada umat dan bertanggungjawab atas semua permasalahan duniawi dan ukhrawi umat manusia, maka sudah semestinya mereka itu terbebas dari dosa dan kesalahan.

Namun terkait kisah penciptaan Adam dan kehidupannya terdapat beberapa ayat yang jika dipandang dari sisi kemaksuman para nabi mesti dibahas. Ayat-ayat yang menyebut, "Syaitan telah menjerumuskan Adam dan Hawa sehingga dikeluarkan dari surga." atau, "Adam mengakui kesalahannya dan mengaku telah terpedaya yang dengan itu mengatakan kepada Allah swt, "aku telah menzalimi diriku sendiri." atau "Syaitan telah meniupkan rasa was-was kepada keduanya, sehingga keduanya melanggar perintah Tuhan dan menjadi tersesat." dan pada ayat-ayat lainnya.

Jawaban singkat dan sederhana dari Mufassir terkait kejanggalan ini adalah, ketika Adam melakukan kesalahan ia berada di surga dan tidak ada taklif (kewajiban) di sana atau saat itu ia belum memiliki kedudukan kenabian, atau apa yang dilakukan Nabi Adam as saat itu adalah meninggalkan yang lebih utama, bukan dosa.



Daftar Pustaka

Ibnu Hajar al-Asqalani, Ahmad bin Ali. Fath al-Bari fi Syarh Shahih al-Bukhari. Diteliti oleh Abdul Qadir Syaibah al-Hamad. Riyad: Maktabah Malik al-Fahd, 1421.

Azhari, Muhammad bin Ahmad. Tahdzib al-Lughah. Beirut: Dar Ihya al-Arabi, 1421 H.

Judaika, pada item Adam.

Raghib Isfahani, Husain bin Muhammad. Mufradat al-Fazh al-Quran. Beirut: Dar al-Syamiyah, 1412 H.

Syaikh Shaduq, Muhammad bin Ali. Uyun Akhbar alRidha as. Tehran: Nasyr Shaduq, 13 72 HS.

Zubaidi Muhammad Murtadha. Taj al-‘Arus.

Thabathabai, Muhammad Husain. Al-Mizān fi Tafsir al-Quran. Beirut: Muassasah al-‘Ilmi, 1973.

Thabrisi, Fadhl bin Hasan. Majma’ al-Bayān. Qom: Kitab Khaneh Ayatullah Mar’asyi, 1403 H.

Thabari, Muhammad bin Jarir. Tārikh. Riset: Yan Dakhviah. Leiden, 1879-1881.

Thabari, Muhammad bin Jariri. Jami' al-Bayan fi Tafsir al-Quran (Tafsir Thabari). Beirut: Dar al-Makrifah, 1412 H.

Syaikh Thusi, Muhammad bin Hasan. Al-Tibyan. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, tanpa tahun.

Fakhrurazi, Muhammad bin Umar. Al-Tafsir al-Kabir. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, 1420 H.

Selasa, 16 Juli 2019

Kisah Putri Rasulullah, Fatimah Az- Zahra
Profil Dan Kisah Putri Rasulullah, Fatimah Az- Zahra Binti Muhammad SAW, Seorang Tauladan Bagi Wanita Muslimah Dan Menjadi Ratu Di Antara Semua Wanita Penghuni Syurga


Fatima  Az-Zahra  adalah seorang wanita yang cantik jelitadilahirkan  delapan  tahun  sebelum Hijrah di Mekkah dari Khadijah, istri Nabi yang pertama. Fatimah ialah anak yang keempat, sedang yang lainnya: Zainab, Ruqaya, dan Ummi Kalsum.
Fatima   dibesarkan   di   bawah   asuhan   ayahnya,   guru   dan dermawan yang terbesar bagi umat manusia. Tidak seperti anak- anak lainnya, Fatima mempunyai pembawaan yang tenang dan perangai  yang  agak  melankolis.  Badannya  yang  lemah,  dan kesehatannya yang buruk menyebabkan ia terpisah dari kumpulan dan permainan anak-anak. Ajaran, bimbingan, dan aspirasi ayahnya yang agung itu membawanya menjadi wanita berbudi tinggi, ramah-tamah, simpatik, dan tahu mana yang benar dan yang buruk.
Fatimah, yang sangat mirip dengan ayahnya, baik roman muka maupun dalam hal kebiasaan yang saleh, adalah seorang anak perempuan yang paling disayang ayahnya dan sangat berbakti terhadap  Nabi setelah  ibunya meninggal  dunia.  Dengan demikian,  dialah  yang  sangat  besar  jasanya  mengisi kekosongan yang ditinggalkan ibunya.Pada suatu hari di Madinah, ketika Nabi Muhammad berada di masjid sedang dikelilingi para sahabat, tiba-tiba anaknya tercinta Fatimah,  yang  telah  menikah  dengan  Ali prajurit  utama  Islam yang terkenal datang pada Nabi. Dia meminta dengan sangat kepada ayahnya untuk dapat meminjam seorang pelayan yang dapat membantunya dalam melaksanakan tugas pekerjaan rumah. Dengan tubuhnya yang ceking dan kesehatannya yang buruk, dia tidak dapat melaksanakan tugas menggiling jagung dan mengambil air dari sumur yang jauh letaknya, di samping juga harus merawat anak-anaknya.
Nabi tampak terharu mendengar permohonan Fatimah, tapi sementara itu juga Beliau menjadi agak gugup. Tetapi dengan menekan perasaan, Beliau berkata kepada sang anak dengan sinis, “Anakku tersayang, aku tak dapat meluangkan seorang pun di antara mereka yang terlibat dalam pengabdian ‘Ashab- e Suffa. Sudah semestinya kau dapat menanggung segala hal yang berat  di  dunia  ini,  agar  kau  mendapat pahalanya  di  akhirat nanti.” Anak itu mengundurkan diri dengan rasa yang amat puas karena jawaban Nabi, dan selanjutnya tidak pernah lagi mencari pelayan selama hidupnya.
Pada beberapa kesempatan Nabi Muhammad SAW menunjukkan rasa sayang yang amat besar kepada Fatimah. Suatu saat Beliau berkata, “O… Fatima, Allah tidak suka orang yang membuat kau tidak senang, dan Allah akan senang orang yang kau senangi.”
Abu Bakar dan Umar keduanya berusaha agar dapat menikah denga Fatima, tapi Nabi diam saja. Ali yang telah dibesarkan oleh Nabi sendiri, seorang laki-laki yang padanya tergabung berbagai kebajikan  yang  langka,  bersifat  kesatria  dan  penuh keberanian,  kesalehan,  dan  kecerdasan.
Imam Ali Bin Abu Thalib mencari jalan untuk dapat meminang Fatimah. Karena dirinya begitu miskin. Tetapi akhirnya ia memberanikan diri meminang Fatimah, dan langsung diterima oleh Nabi. Ali menjual kwiras (pelindung dada dari kulit) miliknya yang bagus. Kwiras ini dimenangkannya pada waktu Perang Badar. Ia menerima 400 dirham sebagai hasil penjualan, dan dengan uang itu ia mempersiapkan upacara pernikahannya. Upacara yang amat sederhana. Agaknya, maksud utama yang mendasari perayaan itu dengan kesederhanaan, ialah untuk mencontohkan kepada para Musllim dan Musllimah perlunya merayakan pernikahan tanpa jor- joran dan serba pamer.
Fatimah hampir berumur delapan belas tahun ketika menikah dengan Ali. Sebagai mahar dari ayahnya yang terkenal itu, ia memperoleh  sebuah tempat air dari kulit, sebuah kendi dari tanah, sehelai tikar, dan sebuah batu gilingan jagung.
Kepada putrinya Nabi berkata,  “Anakku,  aku telah menikahkanmu dengan laki laki yang kepercayaannya lebih kuat dan lebih tinggi daripada yang lainnya, dan seorang yang menonjol dalam hal moral dan kebijaksanaan.”
Kehidupan perkawinan Fatimah berjalan lancar dalam bentuknya yang sangat  sederhana, gigih, dan tidak mengenal lelah. Ali bekerja keras tiap hari untuk mendapatkan nafkah, sedangkan istrinya bersikap rajin, hemat, dan berbakti.
Fatimah di rumah melaksanakan tugas-tugas rumah tangga; seperti menggiling jagung dan mengambil air dari sumur. Pasangan suami-istri ini terkenal saleh dan dermawan. Mereka tidak pernah membiarkan pengemis melangkah pintunya tanpa memberikan apa saja yang mereka punyai, meskipun mereka sendiri masih lapar.
Juga  Nabi dikabarkan  telah  berucap:  “Fatima  itu  anak  saya, siapa  yang  membuatnya  sedih,  berarti  membuat  aku  juga menjadi sedih, dan siapa yang menyenangkannya, berarti menyenangkan aku juga.”
Aisyah, istri Nabi tercinta pernah berkata, “Saya tidak pernah berjumpa dengan sosok pribadi yang lebih besar daripada Fatima, kecuali kepribadian ayahnya.”
Atas  suatu  pertanyaan,  Aisyah  menjawab,  “Fatimah-lah  yang paling disayang oleh Nabi.”
Sifat penuh perikemanusiaan dan murah hati yang terlekat pada keluarga Nabi tidak banyak tandingannya. Di dalam catatan sejarah manusia, Fatima Zahra terkenal karena kemurahan hatinya.
Pada suatu waktu, seorang dari suku bani Salim yang terkenal kampiun dalam praktek sihir datang kepada Nabi, melontarkan kata-kata makian. Tetapi Nabi menjawab dengan lemah-lembut. Ahli  sihir itu  begitu  heran  menghadapi  sikap  luar  biasa  ini, hingga ia  memeluk agama Islam karenanya. Nabi lalu bertanya: “Apakah Anda berbekal makanan?” Jawab orang itu: “Tidak.” Maka, Nabi menanyai Muslimin yang hadir kala itu: “Adakah orang yang mau menghadiahkan seekor unta tamu kita ini?” Mu’ad ibn Ibada menghadiahkan seekor unta. Nabi sangat berkenan hati dan melanjutkan: “Barangkali ada orang yang bisa memberikan selembar kain untuk penutup kepala saudara seagama Islam?” Kepala orang itu tidak memakai tutup sama sekali. Sayyidina Ali langsung melepas serbannya dan menaruh di atas kepala orang itu. Kemudian Nabi minta kepada Salman untuk membawa orang itu ke tempat seseorang saudara seagama Islam yang dapat memberinya makan, karena dia lapar.
Salman  membawa  orang  yang  baru  masuk  Islam itu mengunjungi beberapa rumah, tetapi tidak seorang pun yang dapat memberinya makan, karena waktu itu bukan waktu orang makan.
Akhirnya Salman pergi ke rumah Fatima, dan setelah mengetuk pintu, Salman memberi tahu maksud kunjungannya. Dengan air mata berlinang, putri Nabi ini ingin mengatakan bahwa di rumahnya tidak ada makanan sejak sudah tiga hari yang lalu. Namun putri Nabi itu enggan menolak seorang tamu, dan tuturnya: “Saya tidak dapat  menolak  seorang  tamu yang lapar   tanpa memberinya makan sampai kenyang.”
Fatimah lalu melepas kain kerudungnya, lalu memberikannya kepada Salman, dengan permintaan agar Salman membawanya barang itu ke Shamoon, seorang Yahudi, untuk ditukar dengan jagung.  Salman  dan  orang  yang  baru  saja  memeluk  agama Islam itu sangat terharu. Dan orang Yahudi itu pun sangat terkesan atas kemurahan hati putri Nabi, dan ia juga memeluk agama Islam dengan menyatakan  bahwa  Taurat  telah memberitahukan kepada golongannya tentang berita  akan lahirnya sebuah keluarga yang amat berbudi luhur.
Salman kembali ke rumah Fatima dengan membawa jagung. Dan dengan tangannya sendiri, Fatimah menggiling jagung itu, dan membakarnya menjadi roti. Salman menyarankan agar Fatimah menyisihkan beberapa buah roti untuk anak-anaknya yang kelaparan,  tapi dijawab bahwa  dirinya  tidak  berhak  untuk berbuat demikian, karena ia telah memberikan kain kerudungnya itu karena kepentingan untuk Allah.
Fatima dianugerahi lima orang anak, tiga putra: Hasan, Husein, dan Muhsin, dan dua putri: Zainab dan Umi Kalsum. Hasan lahir pada  tahun  ketiga  dan  Husein  pada  tahun  keempat Hijriah sedang Muhsin meninggal dunia waktu masih kecil.
Fatimah  merawat  luka  Nabi  sepulangnya  dari  Perang  Uhud. Fatima juga ikut bersama Nabi ketika merebut Mekkah, begitu juga ia ikut ketika Nabi melaksanakan ibadah Haji Waqad, pada akhir tahun 11 Hijrah.
Dalam perjalanan haji terakhir ini Nabi jatuh sakit. Fatima tetap mendampingi beliau di sisi tempat tidur. Ketika itu Nabi membisikkan sesuatu ke telinga Fatimah yang membuat Fatimah menangis, dan kemudian Nabi membisikkan sesuatu lagi yang membuat  Fatimah tersenyum.    Setelah  nabi wafat, Fatima menceritakan kejadian itu kepada Aisyah. Ayahnya membisikkan berita kematianya, itulah yang menyebabkan Fatima menangis, tapi waktu Nabi mengatakan bahwa Fatimah-lah orang pertama yang akan berkumpul dengannya di alam baka, maka fatimah menjadi bahagia.
Tidak lama setelah Nabi wafat, Fatima meninggal dunia, dalam tahun itu juga, eman bulan setelah nabi wafat. Waktu itu Fatima berumur 28 tahun dan dimakamkan oleh Ali di Jaatul Baqih (Medina), diantar dengan dukacita masyarakat luas.
Fatimah telah menjadi simbol segala yang suci dalam diri wanita, dan pada konsepsi manusia yang paling mulia. Nabi sendiri menyatakan bahwa Fatima akan menjadi “Ratu segenap wanita yang berada di Surga.”

Jumat, 29 Maret 2019

Tangisan Rasulullah Menggoncangkan Arasy

Tangisan Rasulullah Menggoncangkan Arasy


Dikisahkan, bahwasanya di waktu Rasulullah s.a.w. sedang asyik bertawaf di Ka’bah, beliau mendengar seseorang di hadapannya bertawaf, sambil berzikir: “Ya Karim! Ya Karim!”

Rasulullah s.a.w. menirunya membaca “Ya Karim! Ya Karim!” Orang itu Ialu berhenti di salah satu sudut Ka’bah, dan berzikir lagi: “Ya Karim! Ya Karim!” Rasulullah s.a.w. yang berada di belakangnya mengikut zikirnya “Ya Karim! Ya Karim!” Merasa seperti diolok-olokkan, orang itu menoleh ke belakang dan terlihat olehnya seorang laki-laki yang gagah, lagi tampan yang belum pernah dikenalinya. Orang itu Ialu berkata:

“Wahai orang tampan! Apakah engkau memang sengaja memperolok-olokkanku, karena aku ini adalah orang Arab badwi? Kalaulah bukan kerana ketampananmu dan kegagahanmu, pasti engkau akan aku laporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah.”
Mendengar kata-kata orang badwi itu, Rasulullah s.a.w. tersenyum, lalu bertanya: “Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?” “Belum,” jawab orang itu. “Jadi bagaimana kau beriman kepadanya?”

“Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan perutusannya, sekalipun saya belum pernah bertemu dengannya,” kata orang Arab badwi itu pula.

Rasulullah s.a.w. pun berkata kepadanya: “Wahai orang Arab! Ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat!” Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya.

“Tuan ini Nabi Muhammad?!” “Ya” jawab Nabi s.a.w. Dia segera tunduk untuk mencium kedua kaki Rasulullah s.a.w. Melihat hal itu, Rasulullah s.a.w. menarik tubuh orang Arab itu, seraya berkata kepadanya:

“Wahal orang Arab! janganlah berbuat serupa itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan oleh hamba sahaya kepada juragannya, Ketahuilah, Allah mengutusku bukan untuk menjadi seorang yang takabbur yang meminta dihormati, atau diagungkan, tetapi demi membawa berita.
Ketika itulah, Malaikat Jibril a.s. turun membawa berita dari langit dia berkata: “Ya  Muhammad! Tuhan As-Salam mengucapkan salam kepadamu dan bersabda: “Katakanlah kepada orang Arab itu, agar dia tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahawa Allah akan menghisabnya di hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar!” Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi.

Maka orang Arab itu pula berkata:

“Demi keagungan serta kemuliaan Tuhan, jika Tuhan akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan dengannya!” kata orang Arab badwi itu. “Apakah yang akan engkau perhitungkan dengan Tuhan?” Rasulullah bertanya kepadanya. ‘Jika Tuhan akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran maghfirahnya, (pengampunan-Nya)’ jawab orang itu.

‘Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa keluasan pengampunan-Nya. Jika Dia memperhitungkan kekikiran hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa kedermawanannya!’

Mendengar ucapan orang Arab badwi itu, maka Rasulullah s.a.w. pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab badwi itu, air mata beliau meleleh membasahi Janggutnya. Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi seraya berkata:

“Ya Muhammad! Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu, dan bersabda: Berhentilah engkau dari menangis! Sesungguhnya karena tangismu, penjaga Arasy lupa dari bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga la bergoncang. Katakan kepada temanmu itu, bahwa Allah tidak akan menghisab dirinya, juga tidak akan memperhitungkan kemaksiatannya. Allah sudah rnengampuni semua kesalahannya dan la akan menjadi temanmu di syurga nanti!” Betapa sukanya orang Arab badwi itu, mendengar berita tersebut. la Ialu menangis karena tidak berdaya menahan keharuan dirinya.


Source : Himpunan kisah-kisah teladan
Shared By Kisah Penuh Hikmah

Kisah Penuh Hikmah: Antara Ayah, Anak dan Burung Gagak

Antara Ayah, Anak dan Burung Gagak

Pada suatu petang seorang tua bersama anak mudanya yang baru menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana di sekitar mereka. Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pokok berhampiran. Si ayah lalu menuding jari ke arah gagak sambil bertanya,

“Nak, apakah benda itu?”
“Burung gagak”, jawab si anak.
Si ayah mengangguk-angguk, namun sejurus kemudian sekali lagi mengulangi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi, lalu menjawab dengan sedikit kuat,
“Itu burung gagak, Ayah!”
Tetapi sejurus kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan yang sama. Si anak merasa agak keliru dan sedikit bingung dengan pertanyaan yang sama diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih kuat,
“BURUNG GAGAK!!” Si ayah terdiam seketika.
Namun tidak lama kemudian sekali lagi sang ayah mengajukan pertanyaan yang serupa hingga membuat si anak hilang kesabaran dan menjawab dengan nada yang kesal kepada si ayah, “Itu gagak, Ayah.” Tetapi agak mengejutkan si anak, karena si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk bertanya hal yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar hilang sabar dan menjadi marah.
“Ayah!!! Saya tak tahu Ayah paham atau tidak. Tapi sudah 5 kali Ayah bertanya soal hal tersebut dan saya sudah juga memberikan jawabannya. Apa lagi yang Ayah mau saya katakan????
Itu burung gagak, burung gagak, Ayah…..”, kata si anak dengan nada yang begitu marah. Si ayah lalu bangun menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak yang kebingungan.
Sesaat kemudian si ayah keluar lagi dengan sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih geram dan bertanya-tanya. Diperlihatkannya sebuah diary lama. “Coba kau baca apa yang pernah Ayah tulis di dalam diary ini,” pinta si Ayah.
Si anak setuju dan membaca paragraf yang berikut.
“Hari ini aku di halaman melayani anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon berhampiran. Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya,
“Ayah, apa itu?”
Dan aku menjawab,
“Burung gagak.”
Walau bagaimana pun, anakku terus bertanya soal yang serupa dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. Sehingga 25 kali anakku bertanya demikian, dan demi rasa cinta dan sayangku, aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya.
“Aku berharap hal ini menjadi suatu pendidikan yang berharga untuk anakku kelak.”
Setelah selesai membaca paragraf tersebut si anak mengangkat muka memandang wajah si Ayah yang kelihatan sayu. Si Ayah dengan perlahan bersuara, “Hari ini Ayah baru bertanya kepadamu soal yang sama sebanyak 5 kali, dan kau telah hilang kesabaran serta marah.”
Lalu si anak seketika itu juga menangis dan bersimpuh di kedua kaki ayahnya memohon ampun atas apa yg telah ia perbuat.
PESAN:
Jagalah hati dan perasaan kedua orang tuamu, hormatilah mereka. Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangimu di waktu kecil. Kita sudah banyak mempelajari tuntunan Islam apalagi berkenaan dengan berbakti kepada kedua orangtua.Tapi berapa banyak yang sudah dimengerti oleh kita apalagi diamalkan???
Ingat! ingat! Banyak ilmu bukanlah kunci masuk syurganya Allah.
SEBARKAN ke teman anda jika menurut anda catatan ini bermanfaat….


Author : PercikanIman.org
Shared : Kisah Penuh Hikmah

Jumat, 22 Maret 2019

Kisah Nabi Nuh Alaihissalam
Kisah Nabi Nuh Alaihissalam


Nabi Nuh a.s. adalah nabi ketiga sesudah Adam, Syith dan Idris dan keturunan kesembilan dari Nabi Adam. Ayahnya adalah Lamik bin Metusyalih bin Idris. Berlalulah beberapa tahun dari kematian Nabi Adam. Banyak hal berubah di muka bumi. Dan bertepatan dengan fitrah manusia itu sendiri, terjadilah kealpaan terhadap wasiat Nabi Adam. Kesalahan yang dahulu kembali berulang. Seperti mana tika Nabi Adam dan Hawa melupakan ketetapan tuhan untuk menjauhi pohon didalam syurga,
seperti itulah manusia melupakan ajaran ilahi yang dilangsungkan dimuka bumi selepas turun dari syurga.

Sebelum lahirnya kaum Nabi Nuh, telah hidup lima orang saleh dari datuk-datuk kaum Nabi Nuh. Mereka hidup selama beberapa zaman kemudian mereka mati. Nama-nama mereka adalah Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.

“Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”. ~ Surah Nuh ayat 23″

Setelah kematian mereka, orang-orang membuat patung-patung dari mereka, dalam rangka menghormati mereka dan sebagai peringatan terhadap mereka. Kemudian berlalulah waktu, lalu orang-orang yang memahat patung itu mati. Lalu datanglah anak-anak mereka, kemudian anak-anak itu mati, dan datanglah cucu- cucu mereka. Kemudian timbullah berbagai dongeng dan khurafat yang membelenggu akal manusia di mana disebutkan bahawa patung-patung itu memiliki kekuatan
khusus. Dalam situasi seperti ini, Allah SWT mengutus Nuh a.s untuk membawa ajaran ilahi kepada kaumnya. Nabi Nuh adalah seorang hamba yang akalnya tidak terpengaruh oleh keadaan sekeliling, yang menyembah selain Allah SWT. Allah SWT memilih hamba-Nya Nuh dan mengutusnya di tengah-tengah kaumnya.

Dakwah Nabi Nuh kepada kaumnya

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” ~ Surah Al-Mu’minun ayat 23″

Nabi Nuh a.s menjelaskan kepada kaumnya bahawa mustahil terdapat selain Allah Yang Maha Esa sebagai Pencipta. Ia memberikan pengertian kepada mereka, bahawa dunia telah lama menipu mereka dan telah tiba waktunya untuk menghentikan tipuan ini. Nuh menyampaikan kepada mereka, bahawa Allah SWT telah memuliakan manusia: Dia telah menciptakan mereka, memberi mereka
rezeki, dan menganugerahi akal dan tubuh yang sihat kepada mereka. Manusia mendengarkan dakwahnya dengan penuh minat.

Dakwah Nabi Nuh cukup menggoncangkan jiwa mereka. Nabi Nuh menarik perhatian kaumnya agar melihat alam semesta yang diciptakan oleh Allah berupa langit dengan matahari, bulan dan bintang-bintang yang menghiasinya, bumi dengan kekayaan yang ada di atas dan di bawahnya, berupa tumbuh-tumbuhan dan air yang mengalir yang memberi kenikmatan hidup kepada manusia, pengantian malam menjadi siang dan sebaliknya yang kesemua itu menjadi bukti dan tanda nyata akan adanya keesaan Tuhan yang harus disembah dan bukan berhala-berhala yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri.Di samping itu Nabi Nuh juga memberitakan kepada mereka bahwa akan ada ganjaran yang akan diterima oleh manusia atas segala amalannya di dunia iaitu syurga bagi
amalan kebajikan dan neraka bagi segala pelanggaran terhadap perintah agama yang berupa kemungkaran dan kemaksiatan.

Nabi Nuh yang dikurniakan Allah dengan sifat-sifat yang patut dimiliki oleh seorang nabi, fasih dan tegas dalam kata-katanya, bijaksana dan sabar dalam tindaktanduknya melaksanakan tugas risalahnya kepada kaumnya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dengan cara yang lemah lembut mengetuk hati nurani mereka dan kadang kala dengan kata-kata yang tajam dan nada yang kasar bila
menghadapi pembesar-pembesar kaumnya yang keras kepala yang enggan menerima hujjah dan dalil-dalil yang dikemukakan kepada mereka yang tidak dapat mereka membantahnya atau mematahkannya.

Akan tetapi walaupun Nabi Nuh telah berusaha sekuat tenaganya berdakwah kepada kaumnya dengan segala kebijaksanaan, kecekapan dan kesabaran dan dalam setiap kesempatan, siang mahupun malam dengan cara berbisik-bisik atau cara terang dan terbuka ternyata hanya sedikit sekali dari kaumnya yang dapat menerima dakwahnya dan mengikuti ajakannya, yang menurut sementara riwayat tidak melebihi bilangan seratus orang. Mereka pun terdiri dari orang-orang yang miskin berkedudukan sosial lemah. Sedangkan orang yang kaya-raya, berkedudukan tinggi dan terpandang dalam masyarakat, yang merupakan pembesar-pembesar dan penguasa-penguasa tetap membangkang, tidak mempercayai Nabi Nuh mengingkari dakwahnya dan sesekali tidak merelakan melepas agamanya dan kepercayaan mereka terhadap berhala-berhala mereka, bahkan mereka berusaha dengan mengadakan persekongkolan hendak melumpuhkan dan menggagalkan
usaha dakwah Nabi Nuh.





Kisah Nabi Idris Alaihissalam
Kisah Nabi Idris Alaihissalam


Nabi Idris Alaihissalam adalah seorang nabi yang diutus oleh Allah kepada kaumnya. Menurut Sami Abdullah Al-Maghluts, Idris diutus kepada kaum dari Nabi Syits AS. atau keturunan Qabil, putra Nabi Adam AS, di wilayah Irak kuno. Dalam buku Nabi-nabi dalam Al-Qur’an karya Afif Abdul Fatah yang mengutip sejumlah keterangan ulama menyebutkan, Idris dilahirkan di Munaf (Memphis), Mesir, kemudian berdakwah menyiarkan agama Allah hingga wilayah Irak kuno. Sebagian berpendapat Idris dilahirkan dan dibesarkan di Babilonia. Al-Maghluts menyebutkan, Idris hidup sekitar tahun 4533-4188 SM. Usianya diperkirakan sekitar 345 tahun, ada pula yang menyebutkan usianya 308 tahun. Hal ini juga disebutkan oleh Ibn Katsir dalam Qishash al-Anbiya’ yang mengutip keterangan dari Ibn Ishaq.

Nabi Idris AS diakui oleh banyak ulama dan ahli tafsir, adalah seorang nabi yang memiliki banyak keistimewaan, diantaranya kemampuannya dalam menulis, menggambar, menjahit, menguasai ilmu perbintangan (astronomi). Dalam kitab Tarikh al-Hukama disebutkan bahwa Idris bernama Hurmus AlHaramisah. Namanya berasald ari bahasa Yunani, Armia. Kemudian diistilahkan menjadi bahasa arab Hurmus. Dinamakan Hurmus karena Ia ahli dalam ilmu perbintangan, dan dinamakan Idris karena Ia pandai menulis dan suka belajar (daras).

Dalam bahasa Ibrani, namanya adalah Khunukh atau diistilahkan dalam bahasa arab menjadi Akhnukh. Penjelasan ini terdapat dalam buku Ibn Katsir, Al-Maghluts, Afif Abdul Fatah, Ahmad Bahjat (Sejarah Nabi-nabi dalam Al-Qur’an) dan lainnya.

Menurut Ibn Katsir, Nabi Idris merupakan jalur nasab Rasulullah SAW. Nasabnya adalah Idris (Akhnukh) bin Yared bin Mahalail (Mahalaleel) bin Qainan bin Anusy bin Syits bin Adam AS. Dalam AlQuran namanya disebut Idris karena Allah memuliakannya sebagai utusanNya yang memiliki kepandaian dalam bidang ilmu pengetahuan dan rajin belajar (daras). Allah memberikannya 30 mushaf (shuhuf) sebagai bekal untuk diajarkan kepada kaumnya.

Pada masanya manusia sudah berbicara dalam 72 bahasa. Saat ia berdakwah kepada kaumnya, Idris sudah menggambar pembangunan kota-kota sehingga kota yang berhasil dibangunnya berjumlah 188 kota. dan Nabi Idris pula yang membagi wilayah bumi menjadi empat bagian dan menetapkan setiap bagiannya seorang raja. Nama-nama raja itu adalah Elaus, Zous, Esqlebeos, dan Zous Amon.

Ibn Ishaq menerangkan, Idris adalah manusia pertama yang menulis dengan pena. Rasul SAW bersabda; “Dahulu, ada seorang nabi yang menulis dengannya (maksudnya menulis di atas pasir). Barang siapa yang sejalan dengan tulisannya, demikian itulah (tulisannya).”

Sebagian riwayat menyebutkan, Nabi Idris-lah yang dimaksud dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari Mu’awiyah bin Al-Hakam As-Sulami tersebut. Kepandaian menulis yang dimiliki Nabi Idris AS sejalan dengan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad yang menyatakan, “Makhluk yang pertama kali Allah ciptakan adalah pena. Lalu, Dia berkata kepada pena tersebut, ‘Tulislah.’ maka pada saat itu, berlakulah segala apa yang ditetapkan hingga akhir kiamat” (lihat Musnad Ahmad RA.).

Lebih Maju 

Apa yang ditorehkan Nabi Idris dengan julukannya sebagai manusia pertama yang menulis dengan pena membuktikan bahwa peradaban bangsa lalu jauh lebih modern dan maju dibandingkan penemua pena (pulpen) yang ada sekarang ini. Sekitar 3500-3000 SM, bangsa Sumeria (Irak) telah dikenal sebagai bangsa paling tua didunia yang memiliki bukti kemampuan menulis. Tidak lama kemudian bangsa Mesir juga menunjukkan bukti yang sama pada 3000-2000 SM. Sekitar 2500-2000 SM bangsa mesir membuat piramida dan bangsa Sumeria (Babilonia) membuat taman gantung yang masih bisa disaksikan hingga saat ini. Sekitar 3000 SM, bangsa Mesir kuno sudah menggunakan daun papyrus sebagai alat dan tempat untuk menulis dengan cara menyusun berdampingan lembar demi lembar. Di zaman modern, ballpoint (pulpen) baru ditemukan (dibuat) oleh seorang jurnalis asal Hongaria, Laszlo Biro, sekitar tahun 1938. Ia memperhatikan tinta yang digunakan dalam percetakan surat kabar. Bersama saudaranya , George – ahli kimia, dia mengembangkan ujung pena yang baru, berupa sebuah bola. Sekitar abad ke-6 hingga ke-18 masehi, pena dibuat dari batang bulu unggas, seperti angsa, kemudian disebut dengan quil pen. Bagian dalam batang ini berupa pipa sempit yang berfungsi sebagai tempat cadangan tinta. Adapun pensil digunakan pertama kali ketika penduduk daerah Cumbia Inggris menemukan kegunaan grafit sekitar tahun 1500-an masehi. Mereka menggunakan grafit tersebut untuk menuliskan atau menandai hewan ternak mereka. Karena grafit terlalu lunak untuk menulis, lalu diberikan bahan pelapis yang lebih kuat dan keras. Penemu atau pencipta pensil modern adalah Matthew Aaron Solnit. 

Sumeria Kuno 

Para ahli sejarah menetapkan Nabi Idris hidup sekitar tahun 4500-4188 SM. Berbagai peradaban yang telah ditinggalkannya itu kemudian diteruskan oleh generasi berikutnya. Para pengikut Nabi Idris dan orang yang tidak percaya kepadanya meneruskan cara-cara yang dilakukan Nabi Idris, seperti menulis, menjahit, mengukur, dan lain sebagainya. Beberapa tahun yang lalu, ilmuwan modern dan para ahli arkeologi berhasil menemukan sejumlah perabotan dan barang-barang yang diperkirakan berusia 4000 tahun. Benda tersebut diantaranya sebuah lempengan dari tanah yang berasal dari zaman Sumeria, diatas lempengan itu terdapat tulisan tentang matematika dalam bentuk tulisan huruf paku. Selain itu berbagai benda purbakala yang diyakini merupakan perbendaharaan bangsa Sumeria kuno yang ditemukan adalah alat pemberat dari logam, bejana antic yang terbuat dari tanah liat berbentuk kendi, gelas, dan lainnya yang diperkirakan dibuat pada tahun 4000 SM. Demikian juga sebuah lempengan batu yang diatasnya terdapat ukiran atau lukisan yang menggambarkan orang bercocok tanam pada peradaban negara-negara (kecil) di kota Irak kuno bagian selatan dan tengah. Lihat karya Sami bin Abdullah AlMaghluts, dalam Atlas Sejarah Nabi dan Rasul.

Pakar Ilmu Perbintangan (Astronomi)

Bangsa Sumeria kuno (4500-1700 SM) dikenal sebagai bangsa yang memiliki peradaban tertinggi dan tertua di dunia. Berbagai macam bangunan dan kebudayaan lahir dari wilayah ini. Salah satunya Taman Gantung (Hanging Garden) di Babilonia.

Nabi Idris AS, selain dikenal sebagai manusia pertama yang menulis dengan pena, juga dikenal sebagai orang yang pertama kali menggunakan bintang sebagai petunjuk arah, waktu bercocok tanam, memperkirakan kondisi cuaca, dan lain sebagainya. Ia juga merupakan manusia pertama yang mnejahit pakaian. Menurut sebuah riwayat, bangsa Sumeria telah mempelajari ilmu perbintangan untuk mengetahui masa bercocok tanam yang baik. Misalnya, rasi bintang Taurus yang dipercaya sebagai masa awal musim semi dan cocok untuk menanam, sedangkan rasi bintang Virgo dipergunakan sebagai saat tepat untuk memanen. Bangsa Sumeria kuno (Irak –sekarang) juga dikenal sebagai bangsa pertama yang membuat pembagian bulan dalam setahun menjadi 12 bulan (zodiak) sekaligus membaginya dalam tabel. Selama ini banyak yang beranggapan bangsa Yunani sebagai penemu atau bangsa yang membagi jumlah bilangan bulan dalam setahun. Dalam Alquran telah dijelaskan tentang pembagian bulan dalam setahun, yaitu sebanyak 12 bulan (surah At-Taubah[9]: 36).
Dalam dunia modern, ilmu astronomi atau perbintangan baru ditemukan oleh Nicolas Copernicus (1473-1543 M). ia mengemukakan, bumi berputar pada porosnya, bulan berputar mengelilingi matahari dan bumi, serta planet-planet lain semua beredar mengelilingi matahari. Salah seorang tokoh muslim yang dikenal sebagai ahli astronomi adalah Abu Raihan Muhammad bin Ahmad al-Biruni (973-1041 M). ia lebih dahulu mengemukakan teori dan ilmu perbintangan sebelum Nicolas Copernicus, yang mengemukakannya 400 tahun kemudian. Ia menulis sebuah buku tentang teori ilmu perbintangan yang dipersembahkan pada Sultan Mas’ud dari Ghazna dengan judul Al-Jamahir fi Ma’rifati al-Jawahir.

Pelajaran Dari Nabi Idris  

Apa jadinya bila manusia tak pernah menemukan kain untuk pakaian? Mungkin, saat ini manusia masih menggunakan daun, kulit binatang, atau lainnya untuk dijadikan penutup badan. Begitu juga bila tak ditemukan mesin jahit. Mungkin hingga kini pakaian atau kain tidak akan pernah rapih dan kuat.
Tahun 1755, Charles Weisenthal, asal Jerman yang tinggal di Inggris, mematenkan jarum untuk sebuah mesin. Tahun 1790, Thomas Saint mematenkan mesin jahit. Tahun 1810, Blathasar Krems menemukan mesin otomatis untuk menjahit topi. Tahun 1818, John Adam Doge dan John Knowles dari Amerika membuat mesin jahit namun gagal berfungsi untuk menjahit kain. Tahun 1830, Bartelemy Thimonier menciptakan mesin jahit yang bisa berfungsi dengan baik, yakni menggunakan satu benang dan sebuah jarum kait, seperti border atau sulam. Puncaknya mesin jahit ditemukan dan berhasil dibuat oleh Elias Howe dari Amerika Serikat sekitar tahun 1845.
Banyaknya penemuan ini membuat para penemu saling klaim sebagai penemu pertama. Mereka pun sibuk mematenkan karyanya. Padahal, puluhan abad silam, tepatnya sekitar tahun 4500-4188 SM, Nabi Idris AS telah mempelopori cara menjahit pakaian. Artinya, Nabi Idris pula yang sebelumnya menggunakan pakaian berjahit hasil karyanya. Sebelumnya banyak kaumnya yang menggunakan pakaian dari bulu atau kulit binatang. Beberapa abad kemudian Nabi Daud AS mengajari umat manusia untuk membuat pakaian yang terbuat dari besi sebagai perisai diri. Ini dilakukan sekitar tahun 1041- 971 SM, jauh sebelum para ahli penemu mesin jahit dan jarum itu berdebat tentang hasil temuan mereka.

Tempat Tertinggi 

Dalam Alquran surah Maryam[19] ayat 57, Allah berfirman bahwa Nabi Idris AS ditempatkan olaeh Allah ke tempat yang tertinggi. “Dan Kami tempatkan ia ke tempat (martabat) yang tertinggi.” (QS Maryam[19]: 57). Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat tersebut mengenai diangkatnya Nabi Idris AS. apakah ia diangkat ke surga, meninggal dunia di atas langit, atau hal itu menunjukan kemuliaan Nabi Idris? Ibn Katsir dalam tafsirnya dan juga dalam Qishash al-Anbiya’ menyatakan, riwayat yang paling kuat mengenai ayat tersebut adalah Nabi Idris AS diangkat ke langit untuk diambil nyawanya. Hal ini diperkuat dengan keterangan yang diriwayatkan dari Ka’ab atas pertanyaan dari Ibn Abbas yang diriwayatkan dari Yunus, dari Abdul A’laa dari Ibn Wahab, dari Jarir bin Hazim, dari Al-A’masy, dari Syamr bin Athiyah, dan dari Hilal bin Yasar. Namun demikian, ada pula yang berpendapat bahwa Nabi Idris hanya diangkat saja oleh Allah ke langit. Hal ini diperkuat dengan keterangan Imam Bukhari yang meriwayatkan pertemuan Rasulullah SAW dengan Nabi Idris AS di langit keempat saat melaksanakan Isra dan Mi’raj.


WaAllahu A’lam

Referensi: http://hermadut.blogspot.com/2012/05/nabi-idris.html 
Kisah Nabi Adam 'Alaihisalam
Kisah Nabi Adam 'Alaihisalam

Hasil gambar untuk ilustrasi nabi adam

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan kepada para malaikat tentang penciptaan Adam ‘alaihis salam, Dia berfirman:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".” (QS. Al Baqarah: 30)
Yakni makhluk yang satu dengan yang lain saling menggantikan. Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan kepada para malaikat tentang penciptaan Adam sebagaimana Dia memberitahukan perkara besar sebelum terwujud.
Kemudian para malaikat bertanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala meminta diterangkan hikmah diciptakannya manusia, karena para malaikat mengetahui bahwa di antara manusia ada yang membuat kerusakan di bumi dan menumpahkan darah. Menurut Qatadah, mereka mengetahui demikian karena mereka melihat makhluk sebelum Adam, yaitu jin dan Hin (sekelompok jin atau golongan jin yang lemah). Menurut Ibnu Umar, dua ribu tahun sebelum Adam diciptakan, jin sudah ada (menempati bumi), lalu mereka menumpahkan darah, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus satu pasukan malaikat, lalu mereka mengusirnya ke jazirah laut.”
Menurut para malaikat, jika hikmah diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada Allah, maka sesungguhnya mereka telah beribadah kepada-Nya, mereka berkata,
“Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al Baqarah: 30)
Dia mengetahui maslahat yang lebih kuat dengan menciptakan Adam dan keturunannya, karena akan ada di antara mereka yang menjadi para nabi dan rasul, para shiddiqin, para syuhada, para ulama dan orang-orang yang mengamalkan agama-Nya, yang mencintai-Nya, dan mengikuti para rasul-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan Adam ‘alaihis salam dari tanah di bumi dan airnya, lalu membentuknya dengan bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian Dia tiupkan ruh ke dalamnya, maka jadilah dia sebagai manusia yang hidup yang terdiri dari daging, darah, dan tulang. Hari penciptaan Adam ‘alaihis salam adalah hari Jumat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ إِلَّا فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ
“Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu ia dimasukkan ke surge, dan pada hari itu ia dikeluarkan darinya, dan Kiamat tidaklah QS.adi kecuali pada hari Jumat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى خَلَقَ آدَمَ مِنْ قَبْضَةٍ قَبَضَهَا مِنْ جَمِيعِ الْأَرْضِ فَجَاءَ بَنُو آدَمَ عَلَى قَدْرِ الْأَرْضِ فَجَاءَ مِنْهُمْ الْأَحْمَرُ وَالْأَبْيَضُ وَالْأَسْوَدُ وَبَيْنَ ذَلِكَ وَالسَّهْلُ وَالْحَزْنُ وَالْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ
Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan Adam dari segenggam yang digenggam-Nya dari semua tanah di muka bumi. Oleh karena itu, anak cucu Adam hadir sesuai keadaan tanah (warna dan tabiatnya), maka di antara mereka ada yang berkulit merah, putih, hitam dan antara itu. Ada pula yang lunak, keras, yang jelek dan yang baik.” (HR. Tirmidzi, ia berkata, “Hadis ini hasan shahih.” Hadis ini dishahihkan pula oleh Syaikh Al Albani dalam Al Misykat (100) dan Ash Shahiihah (1630). Menurut penyusun Tuhfatul Ahwadzi, hadis ini diriwayatkan pula oleh Ahmad, Abu Dawud, Hakim dan Baihaqi)
Setelah Adam hidup dan bisa bergerak, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengajarkan kepadanya nama-nama segala sesuatu, Dia berfirman,
وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,” (QS. Al Baqarah: 31)
Menurut Ibnu Abbas, yaitu nama-nama yang biasa dikenal manusia, seperti manusia, hewan, tanah, tanah yang datar, laut, gunung, unta, keledai dan lain sebagainya seperti umat-umat dan lain-lain. Menurut Mujahid, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengajarkan kepadanya nama setiap binatang, setiap burung dan segala sesuatu. Menurut Ar Rabii’, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengajarkan kepadanya nama-nama para malaikat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin menunjukkan keutamaan Adam dan kedudukannya di sisi-Nya kepada para malaikat, maka Dia tunjukkan kepada malaikat segala sesuatu yang telah diajarkan kepada Adam, Dia berfirman:
“Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!” (QS. Al Baqarah: 31)
Para malaikat pun menjawab,
“Mahasuci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.” (QS. Al Baqarah: 32)
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada Adam untuk memberitahukan kepada mereka nama-nama benda yang tidak diketahui para malaikat; mulailah Adam menyebutkan nama-nama benda yang diperlihatkan kepadanya, ketika itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada para malaikat,
“Bukankah sudah Aku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” (QS. Al Baqarah: 33)
Kemudian QS.adilah dialog antara Adam ‘alaihis salam dengan para malaikat sebagaimana yang diceritakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita:
خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ وَطُولُهُ سِتُّونَ ذِرَاعًا ثُمَّ قَالَ اذْهَبْ فَسَلِّمْ عَلَى أُولَئِكَ مِنْ الْمَلَائِكَةِ فَاسْتَمِعْ مَا يُحَيُّونَكَ تَحِيَّتُكَ وَتَحِيَّةُ ذُرِّيَّتِكَ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ فَقَالُوا السَّلَامُ عَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللَّهِ فَزَادُوهُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ فَكُلُّ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ آدَمَ فَلَمْ يَزَلْ الْخَلْقُ يَنْقُصُ حَتَّى الْآنَ
“Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan Adam dengan tingginya 60 hasta, kemudian Dia berfirman, “Pergilah dan ucapkan salam kepada para malaikat itu, lalu dengarkanlah salam penghormatan mereka kepadamu; sebagai salammu dan salam keturunanmu.” Maka Adam berkata, “As Salaamu ‘alaikum.” Mereka menjawab, “As Salaamu ‘alaika wa rahmatullah,” mereka menambah “wa rahmatullah.” Maka setiap orang yang masuk ke surga mengikuti rupa Adam, dan bentuk makhluk senantiasa berkurang (semakin pendek) hingga sekarang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan para malaikat untuk sujud kepada Adam untuk menghormatinya, maka mereka pun sujud kecuali Iblis, ia menolak sujud dan bersikap sombong terhadap perintah Tuhannya, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala bertanya kepadanya –sedangkan Dia lebih mengetahui-,
“Wahai Iblis! Apa yang menghalangimu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?” (QS.. Shaad: 75)
Lalu Iblis menjawab dengan angkuhnya,
“Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS.. Shaad: 76)
Iblis tidak menyadari padahal tanah lebih baik daripada api, tanah lebih bermanfaat daripada api, karena pada tanah terdapat ketenangan, mudah diolah dan menumbuhkan tanaman, sedangkan pada api terdapat keadaan yang tidak terarah, ringan, cepat dan membakar.
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menjauhkan Iblis dari rahmat-Nya dan menjadikannya terusir dan terlaknat, Dia berfirman,
“Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk,– Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan.” (QS.. Shaad: 77-78)
Kemudian Iblis semakin benci kepada Adam dan keturunannya, dia bersumpah dengan nama Allah untuk menghias keburukan kepada mereka, dia berkata, “Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya,—Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.” (QS.. Shaad: 82-83)
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepadanya,
“Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka semuanya.” (QS.. Shaad: 85)
As Suddiy menceritakan dari Abu Shalih dan Abu Malik dari Ibnu Abbas, dan dari Murrah dari Ibnu Mas’ud serta dari beberapa orang sahabat, bahwa mereka berkata, “Iblis dikeluarkan dari surga dan Adam ditempatkan di surga, maka Adam berjalan-jalan di surga sendiri tanpa ada pasangan yang dapat menenteramkannya, ia pun tidur, ketika bangun, ternyata di dekat kepalanya ada seorang wanita yang duduk, Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakannya dari tulang rusuknya.
Adam lalu bertanya kepadanya, “Siapa engkau?” Ia menjawab, “Seorang wanita.” Adam bertanya, “Untuk apa engkau diciptakan?” Ia menjawab, “Agar engkau dapat merasa tenteram denganku.” Lalu para malaikat berkata kepadanya melihat ilmu yang dimiliki Adam, “Siapa namanya wahai Adam?” Ia menjawab, “Hawa’.” Mereka berkata lagi, “Mengapa (disebut) Hawa’?” Adam menjawab, “Karena ia diciptakan dari sesuatu yang hidup.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Adam dan istrinya Hawa’ untuk tinggal di surga dan memakan buah-buahan yang ada di sana serta menjauhi sebuah pohon sebagai ujian kepada keduanya, Dia berfirman,
“Wahai Adam! diamilah olehmu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al Baqarah: 35)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memperingatkan Adam dan istrinya agar tidak tergoda oleh Iblis serta mengingatkan permusuhan Iblis kepada keduanya, Dia berfirman,
“Wahai Adam! Sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah ia sampai mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka.” (QS. Thaha: 117)
Mulailah Iblis berpikir tentang cara menyesatkan Adam dan Hawa’, setelah berhasil menemukan caranya, maka ia pun melakukan rencananya itu, ia pun mendatangi Adam dan Hawa’ dan berkata,
“Wahai Adam! Maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon kekekalan dan kerajaan yang tidak akan binasa?” (QS.. Thaha: 120)
Maka Adam dan Hawa membenarkan ucapan Iblis itu karena sumpahnya, dimana menurut keduanya tidak mungkin ada seorang yang berani bersumpah secara dusta dengan nama Allah, maka Adam dan Hawa’ pun pergi mendatangi pohon itu dan memakan buahnya. Ketika itulah terjadi peristiwa yang mengejutkan, keduanya terbuka auratnya dan telanjang karena maksiatnya dan keduanya pun merasa malu dan sedih sekali, segeralah keduanya mendatangi pepohonan dan memetik daun-daunnya untuk menutupi auratnya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Adam dan Hawa’,
“Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu, “Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (QS.. Al A’raaf: 22)
Ketika itu Adam dan Hawa’ sangat menyesal sekali karena telah bermaksiat kepada Allah, segeralah keduanya bertobat dan beristighfar, keduanya berkata,
“Ya Tuhan Kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (QS.. Al A’raaf: 23)
Setelah Adam dan Hawa’ menyesal dan beristighfar, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima tobatnya dan memerintahkan keduanya untuk turun ke bumi dan hidup di sana.
Mulailah Adam hidup di bumi dan membuka lembaran perjalanan hidupnya yang baru di sana. Di bumi itu, Adam memiliki banyak keturunan, ia mendidik dan mengajarkan mereka serta memberitahukan mereka, bahwa hidup di dunia merupakan ujian dan cobaan, dan hendaknya mereka berpegang teguh dengan petunjuk Allah serta berwaspada terhadap tipu daya setan. Ia juga mengajak keturunannya agar menyembah Allah, memberitahukan kepada mereka tentang kebenaran dan keimanan, memperingatkan mereka akan bahayanya syirk, kemaksiatan, dan bahayanya menaati setan sampai ia wafat.
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dimi’rajkan ke langit, maka Beliau bertemu Nabi Adam ‘alaihis salam di langit pertama dan dikatakan kepada Beliau, “Ini adalah bapakmu Adam ‘alaihis salam, maka ucapkanlah salam kepadanya.” Maka Beliau mengucapkan salam kepadanya dan Adam ‘alaihis salammenjawab salamnya dan berkata, “Selamat datang anak yang saleh dan nabi yang saleh.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberitahukan kepada kita, bahwa manusia akan mendatangi Adam ‘alaihis salam dan berkata, “Wahai Adam, engkau adalah bapak manusia. Allah menciptakanmu dengan tangan-Nya, meniupkan  ruh (ciptaan)-Nya kepadamu, dan memerintahkan para malaikat untuk sujud kepadamu dan menempatkanmu di surga, tidakkah engkau memberikan syafaat untuk kami kepada Tuhanmu, tidakkah engkau melihat keadaan kami ini dan apa yang menimpa kami? Tetapi Adam ‘alaihis salam tidak bisa memberikannya dan menyebutkan uzurnya. Ia malu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena pernah memakan pohon yang dilarang-Nya sehingga ia menyuruh mereka pergi mendatangi nabi yang lain.
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa man waalaah.
Marwan bin Musa
Maraaji’: Mausu’ah Al Usrah Al Muslimah (dari situs www.islam.aljayyash.net), Qashashul Anbiya’, Al Maktabatusy Syamilah dll.