Sabtu, 27 Februari 2021

Kisah Nabi Yunus (4): Dimuntahkan Paus

 Yunus dilemparkan ke pantai, dan Allah membuat pohon labu tumbuh. Konon pohon labu itu adalah yang labunya meneteskan susu sampai kekuatannya kembali kepadanya.

Sekarang mari kita simak riwayat dari al-Rabi, sebagaimana dikutip oleh al-Tabari dalam Tarikh al-Rusul wa al-Muluk:


Aku mendengar dari seseorang yang hafal Alquran pada masa Umar bin Khattab (menjadi khalifah). Dia menceritakan tentang umat Yunus dan bagaimana Yunus memperingatkan umatnya dan (dia) tidak dipercaya.

(Menurut dia) Yunus memberi tahu mereka bahwa azab akan mendatangi mereka, dan (kemudian Yunus) meninggalkan mereka.

Ketika mereka melihat ini dan (memahami bahwa) azab itu sudah menyelimuti mereka, mereka meninggalkan tempat tinggal mereka dan naik ke tempat yang tinggi.

Mereka berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan, menyeru-Nya dalam permohonan yang tulus, agar Dia dapat menangguhkan azab dari mereka dan mengembalikan kepada mereka Nabi mereka (yaitu Yunus).


Itulah mengapa dikatakan:


فَلَوْلَا كَانَتْ قَرْيَةٌ آمَنَتْ فَنَفَعَهَا إِيمَانُهَا إِلَّا قَوْمَ يُونُسَ لَمَّا آمَنُوا كَشَفْنَا عَنْهُمْ عَذَابَ الْخِزْيِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَى حِينٍ

“Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu), beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu.” (QS Yunus [10]: 98)


Tidak ada satu pun kota yang dijatuhi azab namun azabnya dibatalkan, kecuali dalam peristiwa umat Yunus. Namun Yunus tidak melihatnya seperti itu, dia menaruh kekesalan kepada Tuhan dan pergi dengan marah. Berpikir bahwa Tuhan tidak akan dapat mencapainya, Yunus naik ke perahu.

Orang-orang yang naik perahu itu dilanda badai angin yang menggebu-gebu dan berkata, “Ini karena dosa salah satu dari kalian.”

Yunus menyadari bahwa ini karena kesalahannya, berkata, “Ini adalah dosaku, lempar aku ke laut.” Mereka menolak, sampai mereka menarik undian, dan Yunus “ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian.” (QS as-Saffat [37]: 141)

Dia memberi tahu mereka, “Aku sudah memberi tahu kalian bahwa ini adalah kesalahanku.”

Tetapi mereka menolak untuk melemparnya ke laut sampai mereka menarik undian untuk ketiga kalinya. Dia kalah (dalam undian) lagi. Ketika dia melihat itu, dia menceburkan dirinya ke laut, pada malam hari.

فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ ...

Ikan paus menelannya, “Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, ‘Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.’.” (QS al-Anbiya [21]: 87)


Dia telah melakukan pekerjaan yang benar sebelumnya, dan Allah berfirman tentang dia, “Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya dia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (QS as-Saffat [37]: 143-144)


Intinya adalah bahwa perbuatan yang benar menyelamatkan manusia ketika dia melakukan kesalahan. (Sebagaimana tertulis:) “Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang dia dalam keadaan sakit.” (QS as-Saffat [37]: 145)


Yunus dilemparkan ke pantai, dan Allah membuat pohon labu tumbuh. Konon pohon labu itu adalah yang labunya meneteskan susu sampai kekuatannya kembali kepadanya. Kemudian suatu hari dia kembali ke pohon itu, dan menemukannya telah mengering. Dia berduka dan menangis karenanya.

Tetapi dia ditegur dan diberi tahu, “Engkau berduka dan menangisi sebatang pohon, tetapi engkau tidak berduka terhadap seratus ribu orang atau lebih yang kematiannya telah engkau minta.”

Kemudian Allah melepaskan dia dari kesalahan, dan menjadikannya salah satu orang yang benar. Yunus 

Kisah Nabi Yunus (3): Melompat ke Laut

 Ibnu Katsir menjelaskan, “Tiga lapis kegelapan menyelimuti dirinya (Yunus), satu di atas yang lainnya: kegelapan perut paus, kegelapan dasar laut, dan kegelapan malam.”

Sekarang mari kita lanjutkan kembali riwayat dari Ibnu Katsir dalam Qisas Al-Anbiya:


Yunus Melompat ke Laut


Kapten memberi perintah, “Kami akan mengadakan undian dengan semua nama penumpang. Yang namanya muncul akan dibuang ke laut.”

Yunus mengetahui bahwa hal ini adalah salah satu tradisi pelaut saat menghadapi badai. Ini adalah tradisi penyembah berhala yang aneh, tetapi dipraktikkan pada saat itu. Penderitaan dan krisis Yunus dimulai.

Inilah Sang Nabi, tunduk pada aturan penyembah berhala yang menganggap laut dan angin memiliki tuhan-tuhan yang mendatangkan bencana. Sang Kapten harus membuat senang tuhan-tuhan ini. Yunus dengan enggan ikut serta, dan namanya dimasukkan ke dalam daftar penumpang bersama yang lainnya.

Pengundian dimulai dan nama “Yunus” muncul. Karena mereka tahu dia adalah yang paling terhormat di antara mereka, mereka tidak ingin melemparkannya ke laut yang marah. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk menarik undian kedua. Sekali lagi nama Yunus muncul. Mereka memberinya kesempatan terakhir dan menarik undian ketiga. Malang bagi Yunus, namanya muncul lagi.

Yunus menyadari bahwa Tangan Allah ada di balik semua ini, karena dia telah meninggalkan dakwahnya tanpa seizin Allah. Masalahnya sudah selesai, dan telah diputuskan bahwa Yunus harus melemparkan dirinya ke dalam air.

Yunus berdiri di tepi perahu memandangi lautan yang mengamuk. Saat itu malam dan tidak ada bulan. Bintang-bintang tersembunyi di balik kabut hitam. Namun sebelum dia melompat ke laut, Yunus terus menyebut nama Allah seraya melompat ke laut yang mengamuk dan menghilang di bawah ombak besar.


Paus Menelan Yunus


Paus menemukan Yunus mengapung di atas ombak di depannya. Ia menelan Yunus ke dalam perutnya yang ganas dan menutup gigi putihnya, seolah-olah itu adalah jeruji putih yang mengunci pintu penjaranya. Paus itu menyelam ke dasar laut, lautan yang mengalir di jurang kegelapan.

Tiga lapis kegelapan menyelimuti dirinya, satu di atas yang lainnya: kegelapan perut paus, kegelapan dasar laut, dan kegelapan malam.

Yunus membayangkan bahwa dirinya akan mati, tapi indranya menjadi waspada ketika dia tahu dia bisa bergerak. Dia tahu bahwa dia masih hidup dan terkurung di bawah tiga lapisan kegelapan. Hatinya tergerak dengan mengingat Allah.

Lidahnya dapat bergerak, segera setelahnya dia berkata:


فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ ....

“Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (QS al-Anbiya [21]: 87)


Yunus terus berdoa kepada Allah, mengulangi doa ini. Ikan-ikan, rumput laut, dan semua makhluk yang hidup di laut mendengar suara Yunus berdoa, mendengar perhelatan puji-pujian yang keluar dari perut paus.

Semua makhluk ini berkumpul di sekitar paus dan pada gilirannya mereka mulai membacakan puji-pujian kepada Allah, masing-masing dengan caranya sendiri dan dalam bahasanya sendiri.

Paus itu (yang menelan Yunus) juga ikut membacakan puji-pujian kepada Allah dan memahami bahwa ia telah menelan seorang nabi. Karena itu ia merasa takut, tetapi bagaimanapun, ia berkata pada dirinya sendiri, “Mengapa aku harus takut? Allah memerintahkanku untuk menelannya.”


Allah mengampuni Yunus


Allah SWT melihat pertobatan Yunus yang tulus dan mendengar seruannya di dalam perut ikan paus. Allah memerintahkan paus untuk muncul ke permukaan dan mengeluarkan Yunus ke sebuah pulau.

Paus itu patuh dan berenang ke sisi terjauh samudera. Allah memerintahkannya untuk naik menuju ke tempat yang mataharinya hangat dan menyegarkan, dan wilayahnya nyaman.

Paus itu memuntahkan Yunus di sebuah pulau terpencil. Tubuhnya meradang karena asam di dalam perut paus. Dia sakit, dan ketika matahari terbit, sinarnya membakar tubuhnya yang meradang sehingga dia hampir berteriak karena kesakitan. Namun, dia menahan rasa sakit itu dan terus mengulangi seruannya kepada Allah.

Allah Yang Mahakuasa membuat pohon yang merambat tumbuh cukup lebat di atasnya untuk perlindungan. Kemudian Allah SWT membuat Yunus pulih dan memaafkannya. Allah memberi tahu Yunus bahwa jika bukan karena dia berdoa kepada-Nya, dia akan tetap berada di perut paus sampai Hari Kebangkitan.


Rangkuman dari Kisah Yunus


Allah SWT berfirman:


“Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika dia lari, ke kapal yang penuh muatan, kemudian dia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka dia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya dia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang dia dalam keadaan sakit. Dan Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu.” (QS as-Saffat [37]: 139-148)


Umat Yunus Berubah


Perlahan-lahan dia mendapatkan kembali kekuatannya dan menemukan jalan ke kampung halamannya, Niniwe. Dia sangat terkejut melihat perubahan yang telah terjadi di sana. Seluruh penduduk ternyata menyambutnya. Mereka memberitahunya bahwa mereka telah berbalik untuk beriman kepada Allah. Bersama-sama mereka mengadakan doa syukur kepada Tuhan mereka yang Maha Penyayang.[1]

Demikianlah riwayat dari Ibnu Katsir. Ke depan kita masih akan melihat riwayat-riwayat dari sejarawan lainnya sebagai bahan perbandingan. (PH)

Kisah Nabi Yunus (1): Nabi yang Marah

 Yunus didatangi Jibril, “Pergilah ke orang-orang Niniwe dan peringatkan mereka bahwa hukuman sudah dekat.” Yunus kemudian berkata, “Aku akan mencari seekor hewan tunggangan.” Jibril membalas, “Perintah ini terlalu mendesak.”



Untuk memulai kisah tentang Nabi Yunus as, kita akan mengikuti alur cerita yang disampaikan oleh al-Tabari dalam Tarikh al-Rusul wa al-Muluk. Sebelum mulai membaca kutipan dari al-Tabari, ada beberapa poin yang hendak disampaikan agar kita dapat lebih mudah memahaminya alur kisahnya.

Poin-poin di bawah ini mengikuti jalan berpikir al-Tabari:


Peristiwa diutusnya Yunus kepada kaumnya terjadi pada masa Persia kuno, yaitu ketika Dinasti Partia berkuasa. Al-Tabari menyebut dinasti ini berkuasa selama 266 tahun, namun dalam kajian sejarah modern, dinasti ini disebutkan berkuasa lebih lama, yaitu sekitar 247 SM-224 M.[1]
Alquran menyebutkan bahwa Yunus pergi dalam keadaan marah kepada Allah. Menurut al-Tabari, ada dua pendapat mengenai kapan Yunus marah kepada Allah: (1) Sebelum Yunus berdakwah kepada umatnya, dan (2) Setelah Yunus berdakwah kepada umatnya.
Sekarang mari kita simak apa yang ditulis oleh al-Tabari:

Pada periode para pangeran di daerah (muluk al-tawa’if)[2] terdapatlah kisah tentang Yunus, putra Amittai. Dia dikatakan berasal dari sebuah kota di wilayah Mosul, yang disebut Niniwe (sekarang di Irak).

Umatnya menyembah berhala, maka Allah mengutus Yunus kepada mereka dengan sebuah ketetapan yang melarang penyembahan ini dan perintah untuk bertobat, untuk kembali kepada Allah dari kekafiran mereka, dan untuk beriman hanya kepada satu Tuhan.

Apa yang terjadi kepadanya dan kepada siapa dia diutus diceritakan dalam Alquran:

“Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu.” (QS Yunus [10]: 98)

Juga dikatakan:

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka dia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: ‘Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.’.” (QS al-Anbiya [21]: 87)

Para ulama terdahulu, umat Nabi kita, Muhammad, memiliki perbedaan pendapat tentang bagaimana Yunus telah menentang Allah, berpikir bahwa Allah tidak akan memiliki kuasa atasnya, dan mengenai waktu kejadiannya.

Beberapa (ulama itu) bersikukuh bahwa rujukan itu (ayat Alquran di atas yang menceritakan Yunus pergi dalam keadaan marah) adalah pada waktu sebelum dia menyeru kepada umat di mana dia diutus, dan sebelum dia menyampaikan kepada mereka pesan dari Allah.

Intinya adalah (menurut pendapat pertama) bahwa Sang Nabi (yaitu Yunus) diperintahkan untuk melaksanakan (dakwahnya) kepada umat di mana dia diutus pada saat azab ilahi telah dipersiapkan untuk mereka, untuk menyampaikan kepada mereka bagaimana Tuhan telah menunda hukuman 

kepada mereka agar mereka dapat bertobat dari praktik buruk mereka yang penuh kebencian kepada Tuhan.

Sang Nabi meminta untuk dibebaskan dari misi ini tetapi Allah tidak mengabulkan sebuah jeda (untuk berdakwah), maka Sang Nabi menjadi marah kepada Allah karena mendesak dia untuk melaksanakan perintah-Nya, dan karena menolak permintaan jeda.

Mereka yang memegang pandangan ini (yaitu pendapat pertama):

Menurut al-Harits dari al-Hasan al-Ashyab dari Abu Hilal Muhammad bin Sulaim dari Shahr bin Hawshab:

Yunus dikunjungi oleh malaikat Jibril yang berkata kepadanya, “Pergilah ke orang-orang Niniwe dan peringatkan mereka bahwa hukuman sudah dekat.”

Yunus kemudian berkata, “Aku akan mencari seekor hewan tunggangan.”

Jibril membalas, “Perintah ini terlalu mendesak.”

Sekarang Yunus berkata, “Aku akan mencari alas kaki.”

Jibril kembali membalas, “Perintah ini terlalu mendesak.”

Dengan marah Yunus melanjutkan ke perahu dan menaikinya, tetapi perahu itu terhenti, tidak bergerak maju atau pun mundur. Kemudian mereka menarik undian, dan undian jatuh ke Yunus. Ikan Paus (al-hut) datang dengan menggoyangkan ekornya.

Telah disampaikan secara ilahiah, “Paus, wahai Paus! Kami tidak akan menjadikan Yunus sebagai makananmu! Sebaliknya, Kami menjadikanmu sebagai tempat peristirahatan untuknya, tempat perlindungan.”

Paus itu menelan Yunus, dan melanjutkan perjalanan dari tempat itu ke Ubullah. Dari sana ia melanjutkan perjalanan ke Tigris, sampai memuntahkan Yunus di Niniwe.[3]

Demikianlah riwayat yang mendukung pendapat pertama, bahwa Nabi Yunus marah sebelum dia menyampaikan dakwah kepada umatnya. Pendapat kedua, yang menyatakan bahwa Yunus marah setelah dia berdakwah kepada umatnya, akan diulas dalam artikel selanjutnya. (PH)

Pada artikel pertama, telah digambarkan bahwa Nabi Yunus as marah kepada Allah sebelum dia berdakwah kepada umatnya. Pada artikel kali ini kita akan membahas riwayat-riwayat yang mendukung pendapat bahwa Nabi Yunus marah justru setelah dia berdakwah kepada umatnya.

Jumhur ulama mendukung pendapat ini, bahwa Nabi Yunus pergi dalam keadaan marah setelah dia berdakwah kepada umatnya, meskipun ada perbedaan tafsir mengenai marahnya ini ditujukan kepada siapa.


Menurut al-Tabari, para sahabat yang mendukung pendapat ini adalah Ibnu Abbas dan Abu Hurairah, sebagaimana riwayat dari mereka yang akan disampaikan kemudian. Sementara itu, ulama abad pertengahan yang mendukung pendapat ini adalah Ibnu Katsir. Pada masa kekinian, ulama yang mendukung pendapat ini di antaranya adalah Quraish Shihab.

Sebagai permulaan, kita akan memulai pemaparan dari Quraish Shihab. Menurut Quraish Shihab, Nabi Yunus bin Matta lahir di Gats Aifar, Palestina. Dia diutus Allah kepada penduduk Niniwe setelah kehancuran Bait al-Maqdis, sekitar abad ke-11 sebelum Hijrah, yakni sekitar awal abad ke-8 sebelum Masehi.

Dia dikuburkan di Jaljun, suatu desa yang terletak di antara Qudus di Palestina dan al-Khalil yang terletak di tepi barat Laut Mati.

Masyarakatnya menolak ajakannya, sehingga dia menuju ke Yafa, sebuah pelabuhan di Palestina, dan melaut menuju tempat yang disebut Tarsyisy, sebuah kota di sebelah barat Palestina atau kota lainnya. Lalu dia diturunkan di tengah laut sampai ditelan oleh ikan besar. Kisahnya disebut Alquran secara singkat dalam surat Nun.

Quraish Shihab menjelaskan, bahwa Nabi Yunus kesal terhadap umatnya karena enggan beriman, sehingga dia memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Nabi Yunus menyangka, bahwa pergi tanpa izin Allah tidak akan membuat dirinya kesulitan, karena menyangka bahwa Allah akan memperkenankan sikapnya yang demikian.


Namun dugaannya ternyata salah, karena dia kemudian ditelan oleh ikan besar, sehingga selama di dalam perutnya, dia hidup dalam kesempitan, bukan saja kesempitan ruang, tetapi lebih-lebih kesempitan dan kesesakan hati.

Selama di dalamnya Nabi Yunus menyangka bahwa Allah tidak akan menyelamatkan dirinya karena menurut kebiasaan pada umumnya, mustahil seseorang yang ditelan ikan dapat keluar dengan selamat.

Di dalamnya Nabi Yunus kemudian berdoa, sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir,  “Dengan nama Allah yang bila didoakan dengannya dan bila dimohonkan kepada-Nya niscaya dikabulkan adalah doa Yunus bin Matta.”

Sa’id bin Abi Waqqash, perawi hadis ini, bertanya kepada Nabi saw,  “Apakah itu khusus buat Yunus, atau umum mencakup kaum Mukminin?”

Nabi menjawab,  “Ia secara khusus buat Yunus dan secara umum buat kaum mukminin, apabila mereka berdoa dengannya. Tidakkah engkau mendengar firman Allah: (lalu beliau membaca ayat 87-88 surat al-Anbiya)?”

Dan bersabda,  “Ini merupakan syarat dari Allah bagi yang berdoa dengannya.”

Pada ayat lain, Allah berfirman:

 “Maka kalau sekiranya dia (Nabi Yunus) tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya dia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (QS as-Saffat [37]: 143-144)

Demikianlah rangkuman pemaparan dari Quraish Shihab dalam menjelaskan tafsir Alquran surat al-Anbiya ayat 87-88.[1]

Sekarang mari kita simak riwayat dari Ibnu Abbas:

Misi (dakwah) Yunus terjadi setelah ikan paus mengeluarkannya (mengacu kepada riwayat sebelumnya yang pernah kita sampaikan dalam artikel pertama). Yang lain mengatakan bahwa itu terjadi setelah dia menyeru kepada mereka di mana dia diutus untuk mengikuti instruksi ilahi, dan setelah dia menyampaikan kepada mereka pesan Tuhan.

Dia memperingatkan mereka bahwa hukuman ilahi akan dimulai pada waktu yang ditentukan (jika mereka tidak bertobat); tetapi dia (Yunus) pergi karena mereka tidak bertobat, mereka juga bahkan (sama sekali) tidak mempertimbangkan untuk menaati Allah dan beriman kepada-Nya.

Namun ketika hukuman ilahi membayangi orang-orang itu, ia menyelimuti mereka seperti yang dijelaskan dalam Alquran. Kemudian mereka bertobat, dan berpaling kepada Allah; dan Allah mencabut hukuman itu.

Yunus mendengar tentang pembebasan mereka, dan pencabutan hukuman yang telah dia peringatkan kepada mereka. Marah karenanya, dia berkata,  “Aku memperingatkan mereka tetapi peringataanku ditolak.”

Dia pergi, dengan marah kepada Allah, dan menolak untuk kembali kepada mereka, karena mereka telah mencela dia sebagai pendusta.[2]

Jika kita menyimak dua pemaparan di atas, meskipun keduanya memiliki kronologi yang sama, yaitu Nabi Yunus marah setelah dia berdakwah, namun ada perbedaan mengenai marahnya itu ditujukan kepada siapa.

Quraish Shihab menjelaskan bahwa Nabi Yunus marah kepada umatnya, dan dia pergi meninggalkan mereka tanpa seizin Allah. Sementara Ibnu Abbas menjelaskan bahwa Nabi Yunus marah baik kepada umatnya maupun kepada Allah juga. (PH)



Kamis, 28 Januari 2021

Khaulah Binti Azur, Pedang Allah dari Kalangan Perempuan "The Black Rider"

Binaayatulilmi.comIslam telah melahirkan banyak pahlawan. Sebuah agama yang turun di gurun pasir nan gersang bisa mengubah peta peradaban dunia. Lahirnya para pahlawan membuat Islam bisa menggema ke seantero bumi.

Bukan kaum lelaki saja yang bisa menjadi pahlawan Islam. Kaum perempuan pun bisa menjadi sosok yang menginspirasi. Bahkan, di medan perang.


Salah satu sosok pahlawan Muslimah di medan jihad adalah Khaulah binti Azur. Jika julukan "Pedang Allah" untuk kalangan laki-laki disematkan kepada Khalid bin Walid, maka Khaulah adalah "Pedang Allah" dari kalangan perempuan.

Keberaniannya amat besar. Bahkan, ketangguhan Khaulah saat berjihad melawan Romawi di medan jihad menginspirasi pasukan kaum Muslimin yang berisi para lelaki.

Awalnya, Khaulah bertugas seperti halnya mukminah lain sebagai petugas medis. Mengobati pasukan Muslimin yang terluka. Namun, saat mengetahui kakak kandungnya, Dhirara bin Azur, tertawan musuh, keberanian Khaulah bangkit.

Khaulah dan kakaknya sangat dekat. Bahkan, Dhirara-lah yang mengajarkan tentang ilmu perang kepada Khaulah. Khaulah sendiri cukup mumpuni memainkan senjata. Fisiknya juga menunjang. Ia tegap, tinggi, dan gesit. Khaulah juga jago menunggangi kuda.

Maka diambillah senjata, kemudian ia menutup seluruh tubuhnya kecuali matanya saja. Berpaculah Khaulah menyeruak ke pasukan musuh. Pasukan yang saat itu dipimpin Khalid bin Walid sedang terpukul. Mereka terdesak oleh serangan raksasa Romawi.

Namun, mereka terkesiap. Mereka melihat, dalam barisan kaum Muslimin, seorang ksatria yang gagah berani datang menunggang kuda. Ia menyergap setiap musuh Allah dan membunuhnya. Tak tampak ketakutan sama sekali. Pasukan kaum Muslimin pun terheran, siapakah gerangan ksatria yang berani menyerang saat pasukan terdesak?

Tidak tampak wajahnya, hanya sekelebat pandangan mata. Sang panglima, Khalid bin Walid, juga turut penasaran. Maka diikutilah sang penunggang kuda tersebut di tengah-tengah pertempuran.

Saat mendekati pejuang misterius tersebut, Khalid berkata, "Demi Allah yang telah melindungi seorang pejuang yang berani membela agama-Nya dan menentang kaum musyrik. Tolong buka wajahmu." Khaulah belum mau menjawab pertanyaan sang panglima perang karena masih banyak musuh yang harus dihadapinya.

Khalid mengejar, lalu mengulangi pertanyaannya. Khaulah pun menjawab, "Aku Khaulah binti Azur. Aku melihat Kakakku, Dhirara tertangkap. Aku datang untuk menolongnya, membebaskan Kakakku yang berperang di jalan Allah." Para pejuang Islam terkejut mengetahui pejuang misterius itu seorang perempuan.

Kehadiran Khaulah di medan perang memberi andil dalam memenangkan perjuangan tentara Islam. Tapi, nasib kakaknya belum jelas karena sampai akhir peperangan keberadaannya belum diketahui. Teka-teki itu pun terjawab setelah Romawi mengajak damai. Dhirara ditawan di Homs karena telah membunuh anak raja dan banyak tentara Romawi.

Khaulah tidak mau tinggal diam. Ia memohon kepada pimpinan perang untuk bergabung membebaskan kakaknya. Khaulah pun kembali berlaga di medan perang dengan jubah serba tertutup. Gema takbir dan keyakinan kuat pada pertolongan Allah berhasil menyelamat kan Dhirara.

Selain berani di medan perang, Khaulah dikenal memiliki strategi jitu untuk menghadapi musuh. Ini terbukti saat ia bersama sejumlah Muslimah menjadi tawanan Perang Sahura. Ketika itu, Khaulah bergabung sebagai tim kesehatan dan logistik. Sialnya, para mujahidah ini ditangkap tentara Romawi. Mereka dikurung berhari-hari di bawah pengawalan ketat pasukan musuh.

Walaupun tanpa senjata di tangan, Khaulah memberontak. Ia menyusun strategi agar bisa menyelamatkan diri bersama teman-temannya. Langkah awal yang dilakukan Khaulah ialah memotivasi mereka agar mau bebas sebelum dilecehkan para tentara musuh.

Khaulah tidak kehilangan akal. Walaupun bukan senjata sesungguhnya, Khaulah mengajak para mujahidah memanfaatkan apa yang ada di sekitarnya, seperti tiang-tiang dan tali kemah. Hal yang penting, para mujahidin yakin pertolongan Allah pasti datang untuk melepaskan para pejuang Muslimah dari tentara Romawi. "Ingatlah syahid lebih baik bagi kita daripada dihinakan kaum kafir," kata Khaulah.

Jumat, 05 April 2019

Allah Memberi Mukjizat Kepada Nabi Saleh A.S.
Allah Memberi Mukjizat Kepada Nabi Saleh A.S.


Nabi Saleh sedar bahawa tentangan kaumnya yang menuntut bukti drpnya berupa mukjizat itu adalah bertujuan hendak menghilangkan pengaruhnya dan mengikis habis kewibawaannya di mata kaumnya terutama para pengikutnya bila ia gagal memenuhi tentangan dan tuntutan mereka. Nabi Saleh membalas tentangan mereka dengan menuntut janji dengan mereka bila ia berhasil mendatangkan mukjizat yang mereka minta bahwa mereka akan meninggalkan agama dan persembahan mereka dan akan mengikuti Nabi Saleh dan beriman kepadanya.
Sesuai dengan permintaan dan petunjuk pemuka-pemuka kaum Tsamud berdoalah Nabi Saleh memohon kepada Allah agar memberinya suatu mukjizat untuk membuktikan kebenaran risalahnya dan sekaligus mematahkan perlawanan dan tentangan kaumnya yang masih berkeras kepala itu. Ia memohon dari Allah dengan kekuasaan-Nya menciptakan seekor unta betina dikeluarkannya dari perut sebuah batu karang besar yang terdpt di sisi sebuah bukit yang merea tunjuk.
Maka sejurus kemudian dengan izin Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Pencipta terbelahlah batu karang yang ditunjuk itu dan keluar dari perutnya seekor unta betina. Dengan menunjuk kepada binatang yang baru keluar dari perut batu besar itu berkatalah Nabi Saleh kepada mereka:
” Inilah dia unta Allah, janganlah kamu ganggu dan biarkanlah ia mencari makanannya sendiri di atas bumi Allah ia mempunyai giliran untuk mendptkan air minum dan kamu mempunyai giliran untuk mendptkan minum bagimu dan bagi ternakanmu juga dan ketahuilah bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya bila kamu sampai mengganggu binatang ini.”
Kemudian berkeliaranlah unta di ladang-ladang memakan rumput sesuka hatinya tanpa mendpt gangguan. Dan ketika giliran minumnya tiba pergilah unta itu ke sebuah perigi yyang diberi nama perigi unta dan minumlah sepuas hatinya. Dan pada hari-hari giliran unta Nabi Saleh itu datang minum tiada seekor binatang lain berani menghampirinya, hal mana menimbulkan rasa tidak senang pada pemilik-pemilik binatang itu yang makin hari makin merasakan bahwa adanya unta Nabi Saleh di tengah-tengah mereka itu merupakan gangguan laksana duri yang melintang di dalam kerongkong. Dengan berhasilnya Nabi Saleh mendtgkan mukjizat yang mereka tuntut gagallah para pemuka kaum Tsamud dalam usahanya untuk menjatuhkan kehormatan dan menghilangkan pegaruh Nabi Saleh bahkan sebaliknya telah menambah tebal kepercayaan para pengikutnya dan menghilang banyak keraguan dari kaumnya. Maka dihasutlah oleh mereka pemilik-pemilik ternakan yang merasa jengkel dan tidak senang dengan adanya unta Nabi Saleh yang merajalela di ladang dan kebun-kebun mereka serta ditakuti oleh binatang-binatang peliharaannya.
3. Unta Nabi Saleh Dibunuh
Persekongkolan diadakan oleh orang-orang dari kaum Tsamud untuk mengatur rancangan pembunuhan unta Nabi Saleh. Dan selagi orang masih dibayangi oleh rasa takut dari azab yang diancam oleh Nabi Saleh bila untanya diganggu di samping adanya dorongan keinginan yang kuat untuk melenyapkan binatang itu dari atas bumi mereka, muncullah tiba-tiba seorang janda bangsawan yang kaya raya menawarkan akan menyerah dirinya kepada siapa yang dpt membunuh unta Saleh. Di samping janda itu ada seorang wanita lain yang mempunyai beberapa puteri cantik-cantik menawarkan akan menghadiahkan salah seorang dari puteri-puterinya kepada orang yang berhasil membunuh unta itu.
Dua macam hadiah yang menggiurkan dari kedua wanita itu di samping hasutan para pemuka Tsamud mengundang dua orang lelaki bernama Mushadda’ bin Muharrij dan Gudar bin Salif berkemas-kemas akan melakukan pembunuhan bagi meraih hadiah yang dijanjikan di samping sanjungan dan pujian yang akan diterimanya dari para kafir suku Tsamud bila unta Nabi Saleh telah mati dibunuh.
Dengan bantuan tujuh orang lelaki lagi bersembunyilah kumpulan itu di suatu tempat di mana biasanya di lalui oleh unta dalam perjalanannya ke perigi tempat ianya minum. Dan begitu unta-unta yang tidak berdosa itu lalu segeralah dipanah betisnya oleh Musadda’ yang disusul oleh Gudar dengan menikamkan pedangnya di perutnya.
Dengan perasaan megah dan bangga pergilah para pembunuh unta itu ke ibu kota menyampaikan berita matinya unta Nabi Saleh yang mendpt sambutan sorak-sorai dan teriakan gembira dari pihak musyrikin seakan-akan mereka kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan yang gilang gemilang.
Berkata mereka kepada Nabi Saleh:” Wahai Saleh! Untamu telah mati dibunuh, cubalah datangkan akan apa yang engkau katakan dulu akan ancamannya bila unta itu diganggu, jika engkau betul-betul termasuk orangorang yang terlalu benar dalam kata-katanya.”
Nabi Saleh menjawab:” Aku telah peringatkan kamu, bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya atas kamu jika kamu mengganggu unta itu. Maka dengan terbunuhnya unta itu maka tunggulah engkau akan tibanya masa azab yang Allah talah janjikan dan telah aku sampaikan kepada kamu.Kamu telah menentang Allah dan terimalah kelak akibat tentanganmu kepada-Nya.Janji Allah tidak akan meleset .Kamu boleh bersuka ria dan bersenang-senang selama tiga hari ini kemudian terimalah ganjaranmu yang setimpal pada hari keempat. Demikianlah kehendak Allah dan taqdir-Nya yang tidak dpt ditunda atau dihalang.”
Ada kemungkinan menurut sementara ahli tafsir bahwa Allah melalui rasul-Nya Nabi Saleh memberi waktu tiga hari itu untuk memberi kesempatan, kalau-kalau mereka sedar akan dosanya dan bertaubat minta ampun serta beriman kepada Nabi Saleh kepada risalahnya. Akan tetapi dalam kenyataannya tempoh tiga hari itu bahkan menjadi bahan ejekan kepada Nabi Saleh yang ditentangnya untuk mempercepat datangnya azab itu dan tidak usah ditangguhkan tiga hari lagi.
4. Turunnya Azab Allah Yang Dijanjikan
Nabi Saleh memberitahu kaumnya bahwa azab Allah yang akan menimpa di atas mereka akan didahului dengan tanda-tanda, iaitu pada hari pertama bila mereka terbangun dari tidurnya akan menemui wajah mereka menjadi kuning dan berubah menjadi merah pada hari kedua dan hitam pada hari ketiga dan pada hari keempat turunlah azab Allah yang pedih. Mendengar ancaman azab yang diberitahukan oleh Nabi Saleh kepada kaumnya kelompok sembilan orang ialah kelompok pembunuh unta merancang pembunuhan atas diri Nabu Saleh mendahului tibanya azab yang diancamkan itu.mereka mengadakan pertemuan rahsia dan bersumpah bersama akan melaksanakan rancangan pembunuhan itu di waktu malam, di saat orang masih tidur nyenyak untuk menghindari tuntutan balas darah oleh keluarga Nabi Saleh, jika diketahui identiti mereka sebagai pembunuhnya.
Rancangan mereka ini dirahsiakan sehingga tidak diketahui dan didengar oleh siapa pun kecuali kesembilan orang itu sendiri. Ketika mereka datang ke tempat Nabi Saleh bagi melaksanakan rancangan jahatnya di malam yang gelap-gulita dan sunyi-senyap berjatuhanlah di atas kepala mereka batu-batu besar yang tidak diketahui dari arah mana datangnya dan yang seketika merebahkan mereka di atas tanah dalam keadaan tidak bernyawa lagi. Demikianlah Allah telah melindungi rasul-Nya dari perbuatan jahat hamba-hamba-Nya yang kafir.
Satu hari sebelum hari turunnya azab yang telah ditentukan itu, dengan izin Allah berangkatlah Nabi Saleh bersama para mukminin pengikutnya menuju Ramlah, sebuah tempat di Palestin, meninggalkan Hijir dan penghuninya, kaum Tsamud habis binasa, ditimpa halilintar yang dahsyat beriringan dengan gempa bumi yang mengerikan.
5. Kisah Nabi Saleh Dalam Al-Quran
Kisah Nabi Saleh diceritakan oleh 72 ayat dalam 11 surah di antaranya surah Al-A’raaf, ayat 73 hingga 79, surah ” Hud ” ayat 61 sehingga ayat 68 dan surah ” Al-Qamar ” ayat 23 sehingga ayat 32.
6. Pelajaran Yang Dapat Diambil Dari Kisah Nabi Saleh A.S.
Pengajaran yang menonjol yang dpt dipetik dari kisah Nabi Saleh ini ialah bahwa dosa dan perbuatan mungkar yang dilakukan oleh sekelompok kecil warga masyarakat dpt berakibat negatif yang membinasakan masyarakat itu seluruhnya. Lihatlah betapa kaum Tsamud menjadi binasa, hancur dan bahkan tersapu bersih dari atas bumi karena dosa dan pelanggaran perintah Allah yang dilakukan oleh beberapa gelintir orang pembunuh unta Nabi Saleh A.S.
Di sinilah letaknya hikmah perintah Allah agar kita melakukan amar makruf nahi mungkar. Karena dengan melakukan tugas amar makruf nahi mungkar yang menjadi fardu kifayah itu, setidak-tidaknya kalau tidak berhasil mencegah kemungkaran yang terjadi di dalam masyarakat dan lindungan kita ,kita telah membebaskan diri dari dosa menyetujui atau merestui perbuatan mungkar itu Bersikap pasif acuh tak acuh terhadap maksiat dan kemungkaran yang berlaku di depan mata dapat diertikan sebagai persetujuan dan penyekutuan terhadap perbuatan mungkar itu.
Kisah Nabi Shaleh As.
Kisah Nabi Shaleh As.


A. Muqoddimah
Shaleh (Bahasa Arab صالح, Al Kitab:Shelah) (sekitar 2150-2080 SM) adalah salah seorang nabi dan rasul dalam agama Islam yang diutus kepada Kaum Tsamūd.
Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 2100 SM. Dia telah diberikan mukjizat yaitu seekor unta betina yang dikeluarkan dari celah batu dengan izin Allah yakni bagi menunjukkan kebesaran Allah kepada kaum Tsamud. Malangnya, kaum Tsamud masih mengingkari ajaran Shaleh, mereka membunuh unta betina tersebut. Akhirnya kaum Tsamud dibalas dengan azab yang amat dahsyat yaitu dengan satu tempikan dari Malaikat Jibril yang menyebabkan tubuh mereka hancur berai.

B. Kisah Nabi Shaleh As.
Tsamud adalah nama suatu suku yang oleh sementara ahli sejarah dimasukkan bagian dari bangsa Arab dan ada pula yang menggolongkan mereka ke dalam bangsa Yahudi. Mereka bertempat tinggal di suatu dataran bernama ” Alhijir ” terletak antara Hijaz dan Syam yang dahulunya termasuk jajahan dan dikuasai suku Aad yang telah habis binasa disapu angin taufan yang di kirim oleh Allah sebagai pembalasan atas pembangkangan dan pengingkaran mereka terhadap dakwah dan risalah Nabi Hud A.S.
Kemakmuran dan kemewahan hidup serta kekayaan alam yang dahulu dimiliki dan dinikmati oleh kaum Aad telah diwarisi oleh kaum Tsamud.Tanah-tanah yang subur yang memberikan hasil berlimpah ruah, binatang-binatang perahan dan lemak yang berkembang biak, kebun-kebun bunga yag indah-indah, bangunan rumah-rumah yang didirikan di atas tanah yang datar dan dipahatnya dari gunung.Semuanya itu menjadikan mereka hidup tenteram ,sejahtera dan bahgia, merasa aman dari segala gangguan alamiah dan bahawa kemewahan hidup mereka akan kekal bagi mereka dan anak keturunan mereka.
Kaum Tsamud tidak mengenal Tuhan. Tuhan Mereka adalah berhala-berhala yang mereka sembah dan puja, kepadanya mereka berqurban, tempat mereka minta perlindungan dari segala bala dan musibah dan mengharapkan kebaikan serta kebahagiaan.mereka tidak dpt melihat atau memikirkan lebih jauh dan apa yang dpt mereka jangkau dengan pancaindera.

1. Nabi Saleh Berdakwah Kepada Kaum Tsamud
Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak akan membiarkan hamba-hamba_Nya berada dalam kegelapan terus-menerus tanpa diutusnya nabi pesuruh disisi-Nya untuk memberi penerangan dan memimpin mereka keluar dari jalan yang sesat ke jalan yang benar. Demikian pula Allah tidak akan menurunkan azab dan seksaan kepada suatu umat sebelum mereka diperingatkan dan diberi petunjukkan oleh-Nya dengan perantara seorang yang dipilih untuk menjadi utusan dan rasul-Nya. Sunnatullah ini berlaku pula kepada kaum Tsamud, yang kepada mereka telah diutuskan Nabi Saleh seorang yang telah dipilih-Nya dari suku mereka sendiri, dari keluarga yang terpandang dan dihormati oleh kaumnya, terkenal tangkas, cerdik pandai, rendah hati dan ramah-tamah dalam pergaulan.
Dikenalkan mereka oleh Nabi Saleh kepada Tuhan yang sepatut mereka sembah, Tuhan Allah Yang Maha Esa, yang telah mencipta mereka, menciptakan alam sekitar mereka, menciptakan tanah-tanah yang subur yang menghasilkan bhn-bhn keperluan hidup mereka, mencipta binatang-binatang yang memberi manfaat dan berguna bagi mereka dan dengan demikian memberi kepada mereka kenikmatan dan kemewahan hidup dan kebahagiaan lahir dan batin.Tuhan Yang Esa itulah yang harus mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka pahat sendiri dari batu-batu gunung yang tidak berkuasa memberi sesuatu kepada mereka atau melindungi mereka dari ketakutan dan bahaya.
Nabi Saleh memperingatkan mereka bahwa ia adlah seorang drp mereka, terjalin antara dirinya dan mereka ikatan keluarga dan darah. mereka adalah kaumnya dan sanak keluarganya dan dia adalah seketurunan dan sesuku dengan mereka.Ia mengharapkan kebaikan dan kebajikan bagi mereka dan sesekali tidak akan menjerumuskan mereka ke dalam hal-hal yang akan membawa kerugian, kesengsaraan dan kebinasaan bagi mereka. Ia menerangkan kepada mereka bahwa ianya adalah pesuruh dan utusan Allah, dan apa yang diajarkan dan didakwahkan kepada mereka adalah amanat Allah yang harus dia sampaikan kepada mereka untuk kebaikan mereka semasa hidup mereka dan sesudah mereka mati di akhirat kelak. Ia mengharapkan kaumnya mempertimbangkan dan memikirkan sungguh-sungguh apa yang ia serukan dan anjurkan dan agar mereka segera meninggalkan persembahan kepada berhala-berhala itu dan percaya beriman kepada Allah Yang Maha Esa seraya bertaubat dan mohon ampun kepada-Nya atas dosa dan perbuatan syirik yang selama ini telah mereka lakukan.Allah maha dekat kepada mereka mendengarkan doa mereka dan memberi ampun kepada yang salah bila dimintanya.
Terperanjatlah kaum Saleh mendengar seruan dan dakwahnya yang bagi mereka merupakan hal yang baru yang tidak diduga akan datang dari saudara atau anak mereka sendiri.Maka serentak ditolaklah ajakan Nabi Saleh itu seraya berkata mereka kepadanya:
”Wahai Saleh! Kami mengenalmu seorang yang pandai, tangkas dan cerdas, fikiranmu tajam dan pendapat serta semua pertimbangan mu selalu tepat. Pada dirimu kami melihat tanda-tanda kebajikan dan sifat-sifat yang terpuji. Kami mengharapkan dari engkau sebetulnya untuk memimpinkami menyelesaikan hal-hal yang rumit yang kami hadapi, memberi petunjuk dalam soal-soal yang gelap bagi kami dan menjadi ikutan dan kepercayaan kami di kala kami menghadapi krisis dan kesusahan.Akan tetapi segala harapan itu menjadi meleset dan kepercayaan kami kepadamu tergelincir hari ini dengan tingkah lakumu dan tindak tandukmu yang menyalahi adat-istiadat dan tatacara hidup kami. Apakah yang engkau serukan kepada kami? Enkau menghendaki agar kami meninggalkan persembahan kami dan nenek moyang kami, persembahan dan agama yang telah menjadi darah daging kami menjadi sebahagian hidup kami sejak kami dilahirkan dan tetap menjadi pegangan untuk selama-lamanya.Kami sesekali tidak akan meninggalkannya karena seruanmu dan kami tidak akan mengikutimu yang sesat itu. Kami tidak mempercayai cakap-cakap kosongmu bahkan meragukan kenabianmu. Kami tidak akan mendurhakai nenek moyang kami dengan meninggalkan persembahan mereka dan mengikuti jejakmu.”
Nabi Saleh memperingatkan mereka agar jangan menentangnya dan agar mengikuti ajakannya beriman kepada Allah yang telah mengurniai mereka rezeki yang luas dan penghidupan yang sejahtera. Diceritakan kepada mereka kisah kaum-kaum yang mendapat seksa dan azab dari Allah karena menentang rasul-Nya dan mendustakan risalah-Nya. Hal yang serupa itu dpt terjadi di atas mereka jika mereka tidak mahu menerima dakwahnya dan mendengar nasihatnya, yang diberikannya secara ikhlas dan jujur sebagai seorang anggota dari keluarga besar mereka dan yang tidak mengharapkan atau menuntut upah drp mereka atas usahanya itu. Ia hanya menyampaikan amanat Allah yang ditugaskan kepadanya dan Allahlah yang akan memberinya upah dan ganjaran untuk usahanya memberi pimpinan dan tuntutan kepada mereka.
Sekelompok kecil dari kaum Tsamud yang kebanyakkannya terdiri dari orangorang yang kedudukan sosial lemah menerima dakwah Nabi Saleh dan beriman kepadanya sedangkan sebahagian yang terbesar terutamanya mereka yang tergolong orang-orang kaya dan berkedudukan tetap berkeras kepala dan menyombongkan diri menolak ajakan Nabi Saleh dan mengingkari kenabiannya dan berkata kepadanya:” Wahai Saleh! Kami kira bahwa engkau telah kerasukan syaitan dan terkena sihir.Engkau telah menjadi sinting dan menderita sakit gila. Akalmu sudah berubah dan fikiranmu sudah kacau sehingga engkau dengan tidak sedar telah mengeluarkan kata-kata ucapan yang tidak masuk akal dan mungkin engkau sendiri tidak memahaminya.
Engkau mengaku bahwa engkau telah diutuskan oleh Tuhanmu sebagai nabi dan rasul-Nya. Apakah kelebihanmu drp kami semua sehingga engkau dipilih menjadi rasul, padahal ada orang-orang di antara kami yang lebih patut dan lebih cekap untuk menjadi nabi atau rasul drp engkau. Tujuanmu dengan bercakap kosong dan kata-katamu hanyalah untuk mengejar kedudukan dan ingin diangkat menjadi kepala dan pemimpin bagi kaummu.Jika engkau merasa bahwa engkau sihat badan dan sihat fikiran dan mengaku bahwa engkau tidak mempunyai arah dan tujuan yang terselubung dalam dakwahmu itu maka hentikanlah usahamu menyiarkan agama barumu dengan mencerca persembahan kami dan nenek moyangmu sendiri.Kami tidak akan mengikuti jalanmu dan meninggalkan jalan yang telah ditempuh oleh orang-orang tua kami lebih dahulu.
Nabi Saleh menjawab: ”Aku telah berulang-ulang mengatakan kepadamu bahwa aku tidak mengharapkan sesuatu apapun drpmu sebagai imbalan atas usahaku memberi tuntunandan penerangan kepada kamu. Aku tidak mengharapkan upah atau mendambakan pangkat dan kedudukan bagi usahaku ini yang aku lakukan semata-mata atas perintah Allah dan drp-Nya kelak aku harapkan balasan dan ganjaran untuk itu. Dan bagaimana aku dapat mengikutimu dan menterlantarkan tugas dan amanat Tuhan kepadaku, padahal aku talah memperoleh bukti-bukti yang nyata atas kebenaran dakwahku.Jgnlah sesekali kamu harapkan bahawa aku akan melanggar perintah Tuhanku dan melalaikan kewajibanku kepada-Nya hanya sematamata untuk melanjutkan persembahan nenek moyang kami yang bathil itu. Siapakah yang akan melindungiku dari murka dan azab Tuhan jika aku berbuat demikian? Sesungguhnya kamu hanya akan merugikan dan membinasakan aku dengan seruanmu itu.”
Setelah gagal dan berhasil menghentikan usaha dakwah Nabi Saleh dan dilihatnya ia bahkan makin giat menarik orang-orang mengikutinya dan berpihak kepadanya para pemimpin dan pemuka kaum Tsamud berusaha hendak membendung arus dakwahnya yang makin lama makin mendpt perhatian terutama dari kalangan bawahan menengah dalam masyarakat. mereka menentang Nabi Saleh dan untuk membuktikan kebenaran kenabiannya dengan suatu bukti mukjizat dalam bentuk benda atau kejadian luar biasa yang berada di luar kekuasaan manusia.
Kisah penuh hikmah!