Sabtu, 27 Februari 2021

Kisah Nabi Yunus (4): Dimuntahkan Paus

 Yunus dilemparkan ke pantai, dan Allah membuat pohon labu tumbuh. Konon pohon labu itu adalah yang labunya meneteskan susu sampai kekuatannya kembali kepadanya.

Sekarang mari kita simak riwayat dari al-Rabi, sebagaimana dikutip oleh al-Tabari dalam Tarikh al-Rusul wa al-Muluk:


Aku mendengar dari seseorang yang hafal Alquran pada masa Umar bin Khattab (menjadi khalifah). Dia menceritakan tentang umat Yunus dan bagaimana Yunus memperingatkan umatnya dan (dia) tidak dipercaya.

(Menurut dia) Yunus memberi tahu mereka bahwa azab akan mendatangi mereka, dan (kemudian Yunus) meninggalkan mereka.

Ketika mereka melihat ini dan (memahami bahwa) azab itu sudah menyelimuti mereka, mereka meninggalkan tempat tinggal mereka dan naik ke tempat yang tinggi.

Mereka berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan, menyeru-Nya dalam permohonan yang tulus, agar Dia dapat menangguhkan azab dari mereka dan mengembalikan kepada mereka Nabi mereka (yaitu Yunus).


Itulah mengapa dikatakan:


فَلَوْلَا كَانَتْ قَرْيَةٌ آمَنَتْ فَنَفَعَهَا إِيمَانُهَا إِلَّا قَوْمَ يُونُسَ لَمَّا آمَنُوا كَشَفْنَا عَنْهُمْ عَذَابَ الْخِزْيِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَى حِينٍ

“Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu), beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu.” (QS Yunus [10]: 98)


Tidak ada satu pun kota yang dijatuhi azab namun azabnya dibatalkan, kecuali dalam peristiwa umat Yunus. Namun Yunus tidak melihatnya seperti itu, dia menaruh kekesalan kepada Tuhan dan pergi dengan marah. Berpikir bahwa Tuhan tidak akan dapat mencapainya, Yunus naik ke perahu.

Orang-orang yang naik perahu itu dilanda badai angin yang menggebu-gebu dan berkata, “Ini karena dosa salah satu dari kalian.”

Yunus menyadari bahwa ini karena kesalahannya, berkata, “Ini adalah dosaku, lempar aku ke laut.” Mereka menolak, sampai mereka menarik undian, dan Yunus “ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian.” (QS as-Saffat [37]: 141)

Dia memberi tahu mereka, “Aku sudah memberi tahu kalian bahwa ini adalah kesalahanku.”

Tetapi mereka menolak untuk melemparnya ke laut sampai mereka menarik undian untuk ketiga kalinya. Dia kalah (dalam undian) lagi. Ketika dia melihat itu, dia menceburkan dirinya ke laut, pada malam hari.

فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ ...

Ikan paus menelannya, “Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, ‘Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.’.” (QS al-Anbiya [21]: 87)


Dia telah melakukan pekerjaan yang benar sebelumnya, dan Allah berfirman tentang dia, “Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya dia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (QS as-Saffat [37]: 143-144)


Intinya adalah bahwa perbuatan yang benar menyelamatkan manusia ketika dia melakukan kesalahan. (Sebagaimana tertulis:) “Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang dia dalam keadaan sakit.” (QS as-Saffat [37]: 145)


Yunus dilemparkan ke pantai, dan Allah membuat pohon labu tumbuh. Konon pohon labu itu adalah yang labunya meneteskan susu sampai kekuatannya kembali kepadanya. Kemudian suatu hari dia kembali ke pohon itu, dan menemukannya telah mengering. Dia berduka dan menangis karenanya.

Tetapi dia ditegur dan diberi tahu, “Engkau berduka dan menangisi sebatang pohon, tetapi engkau tidak berduka terhadap seratus ribu orang atau lebih yang kematiannya telah engkau minta.”

Kemudian Allah melepaskan dia dari kesalahan, dan menjadikannya salah satu orang yang benar. Yunus 

Kisah Nabi Yunus (3): Melompat ke Laut

 Ibnu Katsir menjelaskan, “Tiga lapis kegelapan menyelimuti dirinya (Yunus), satu di atas yang lainnya: kegelapan perut paus, kegelapan dasar laut, dan kegelapan malam.”

Sekarang mari kita lanjutkan kembali riwayat dari Ibnu Katsir dalam Qisas Al-Anbiya:


Yunus Melompat ke Laut


Kapten memberi perintah, “Kami akan mengadakan undian dengan semua nama penumpang. Yang namanya muncul akan dibuang ke laut.”

Yunus mengetahui bahwa hal ini adalah salah satu tradisi pelaut saat menghadapi badai. Ini adalah tradisi penyembah berhala yang aneh, tetapi dipraktikkan pada saat itu. Penderitaan dan krisis Yunus dimulai.

Inilah Sang Nabi, tunduk pada aturan penyembah berhala yang menganggap laut dan angin memiliki tuhan-tuhan yang mendatangkan bencana. Sang Kapten harus membuat senang tuhan-tuhan ini. Yunus dengan enggan ikut serta, dan namanya dimasukkan ke dalam daftar penumpang bersama yang lainnya.

Pengundian dimulai dan nama “Yunus” muncul. Karena mereka tahu dia adalah yang paling terhormat di antara mereka, mereka tidak ingin melemparkannya ke laut yang marah. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk menarik undian kedua. Sekali lagi nama Yunus muncul. Mereka memberinya kesempatan terakhir dan menarik undian ketiga. Malang bagi Yunus, namanya muncul lagi.

Yunus menyadari bahwa Tangan Allah ada di balik semua ini, karena dia telah meninggalkan dakwahnya tanpa seizin Allah. Masalahnya sudah selesai, dan telah diputuskan bahwa Yunus harus melemparkan dirinya ke dalam air.

Yunus berdiri di tepi perahu memandangi lautan yang mengamuk. Saat itu malam dan tidak ada bulan. Bintang-bintang tersembunyi di balik kabut hitam. Namun sebelum dia melompat ke laut, Yunus terus menyebut nama Allah seraya melompat ke laut yang mengamuk dan menghilang di bawah ombak besar.


Paus Menelan Yunus


Paus menemukan Yunus mengapung di atas ombak di depannya. Ia menelan Yunus ke dalam perutnya yang ganas dan menutup gigi putihnya, seolah-olah itu adalah jeruji putih yang mengunci pintu penjaranya. Paus itu menyelam ke dasar laut, lautan yang mengalir di jurang kegelapan.

Tiga lapis kegelapan menyelimuti dirinya, satu di atas yang lainnya: kegelapan perut paus, kegelapan dasar laut, dan kegelapan malam.

Yunus membayangkan bahwa dirinya akan mati, tapi indranya menjadi waspada ketika dia tahu dia bisa bergerak. Dia tahu bahwa dia masih hidup dan terkurung di bawah tiga lapisan kegelapan. Hatinya tergerak dengan mengingat Allah.

Lidahnya dapat bergerak, segera setelahnya dia berkata:


فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ ....

“Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (QS al-Anbiya [21]: 87)


Yunus terus berdoa kepada Allah, mengulangi doa ini. Ikan-ikan, rumput laut, dan semua makhluk yang hidup di laut mendengar suara Yunus berdoa, mendengar perhelatan puji-pujian yang keluar dari perut paus.

Semua makhluk ini berkumpul di sekitar paus dan pada gilirannya mereka mulai membacakan puji-pujian kepada Allah, masing-masing dengan caranya sendiri dan dalam bahasanya sendiri.

Paus itu (yang menelan Yunus) juga ikut membacakan puji-pujian kepada Allah dan memahami bahwa ia telah menelan seorang nabi. Karena itu ia merasa takut, tetapi bagaimanapun, ia berkata pada dirinya sendiri, “Mengapa aku harus takut? Allah memerintahkanku untuk menelannya.”


Allah mengampuni Yunus


Allah SWT melihat pertobatan Yunus yang tulus dan mendengar seruannya di dalam perut ikan paus. Allah memerintahkan paus untuk muncul ke permukaan dan mengeluarkan Yunus ke sebuah pulau.

Paus itu patuh dan berenang ke sisi terjauh samudera. Allah memerintahkannya untuk naik menuju ke tempat yang mataharinya hangat dan menyegarkan, dan wilayahnya nyaman.

Paus itu memuntahkan Yunus di sebuah pulau terpencil. Tubuhnya meradang karena asam di dalam perut paus. Dia sakit, dan ketika matahari terbit, sinarnya membakar tubuhnya yang meradang sehingga dia hampir berteriak karena kesakitan. Namun, dia menahan rasa sakit itu dan terus mengulangi seruannya kepada Allah.

Allah Yang Mahakuasa membuat pohon yang merambat tumbuh cukup lebat di atasnya untuk perlindungan. Kemudian Allah SWT membuat Yunus pulih dan memaafkannya. Allah memberi tahu Yunus bahwa jika bukan karena dia berdoa kepada-Nya, dia akan tetap berada di perut paus sampai Hari Kebangkitan.


Rangkuman dari Kisah Yunus


Allah SWT berfirman:


“Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika dia lari, ke kapal yang penuh muatan, kemudian dia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka dia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya dia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang dia dalam keadaan sakit. Dan Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu.” (QS as-Saffat [37]: 139-148)


Umat Yunus Berubah


Perlahan-lahan dia mendapatkan kembali kekuatannya dan menemukan jalan ke kampung halamannya, Niniwe. Dia sangat terkejut melihat perubahan yang telah terjadi di sana. Seluruh penduduk ternyata menyambutnya. Mereka memberitahunya bahwa mereka telah berbalik untuk beriman kepada Allah. Bersama-sama mereka mengadakan doa syukur kepada Tuhan mereka yang Maha Penyayang.[1]

Demikianlah riwayat dari Ibnu Katsir. Ke depan kita masih akan melihat riwayat-riwayat dari sejarawan lainnya sebagai bahan perbandingan. (PH)

Kisah Nabi Yunus (2): Pergi ke Lautan

Ibnu Katsir mengisahkan, “Gelombang naik setinggi gunung lalu terjun ke bawah bagaikan lembah, menghantam perahu dan menyapu dek. Di belakang perahu, seekor paus besar membelah air dan membuka mulutnya.”

 

Ibnu Abbas meriwayatkan:


Allah mengutus Yunus kepada orang-orang di kotanya, tetapi mereka menolak seruannya dan mengabaikannya. Ketika mereka bertindak demikian, Allah berfirman kepadanya, “Aku akan mendatangkan hukuman kepada mereka pada hari ini dan itu, jadi tinggalkanlah mereka kemudian.”

Yunus memberi tahu umatnya bahwa hukuman ilahi telah disiapkan untuk mereka. Mereka berkata, “Amati dia, jika dia meninggalkan kalian, maka demi Allah, ancamannya akan menjadi kenyataan.”

Pada malam penghukuman, orang-orang pergi secara diam-diam tanpa sepengetahuan Yunus. Mereka meninggalkan kota untuk mencari tempat terbuka dan memisahkan hewan-hewan dari anak-anaknya. Kemudian mereka berseru kepada Allah untuk meminta pertolongan. Mereka memohon kepada-Nya untuk membatalkan keputusan-Nya, dan Dia mengabulkan pemintaan pembatalan itu.

Yunus menunggu-nunggu berita tentang kota dan penduduknya. Seorang pejalan kaki memberi tahu dia apa yang telah dilakukan orang-orang di kota itu. “Apa yang dilakukan orang-orang kota itu?” tanya Yunus.

Pejalan kaki itu menjawab, “Inilah yang mereka lakukan. Segera setelah Nabi mereka meninggalkan mereka, mereka mengerti bahwa dia mengatakan kebenaran ketika dia memperingatkan mereka dengan hukuman.

“Jadi mereka meninggalkan kota mereka ke suatu tempat terbuka, dan memisahkan semua ibu dari anak-anak mereka, dan berseru kepada Allah memohon pertolongan. Mereka bertobat, pertobatan mereka diterima, dan hukuman dibatalkan.”

Mendengar hal ini, Yunus berkata dengan marah, “Demi Allah, aku tidak akan pernah kembali kepada mereka sebagai pendusta. Aku memperingatkan mereka dengan hukuman pada hari tertentu, lalu (hukuman itu malah) dibatalkan.” Dia pergi, marah kepada Allah, dan jatuh ke dalam jerat iblis.[1]

Untuk melihat bagaimana kelanjutan kisah di atas, sekarang mari kita simak penuturan dari Ibnu Katsir dalam Qisas Al-Anbiya:

Penduduk kota Niniwe adalah penyembah berhala yang menjalani kehidupan yang tidak tahu malu. Nabi Yunus as diutus untuk mengajari mereka menyembah Allah.

Orang-orang ini tidak menyukai campur tangannya dalam cara beribadah, jadi mereka mendebatnya, “Kami dan nenek moyang kami telah menyembah tuhan-tuhan ini selama bertahun-tahun dan tidak ada bahaya yang menimpa kami.”

Dia berusaha sekuat tenaga untuk meyakinkan mereka tentang kebodohan penyembahan berhala dan kebaikan hukum Allah, mereka mengabaikannya. Dia memperingatkan mereka bahwa jika mereka terus melakukan kebodohan mereka, hukuman Allah akan segera datang.

Alih-alih takut kepada Allah, mereka memberi tahu Yunus bahwa mereka tidak takut dengan ancamannya. “Biarkan itu terjadi,” kata mereka kepadanya.

Yunus berkecil hati, “Jika demikian, aku akan membiarkan kalian menderita!” Setelah berkata demikian, dia meninggalkan Niniwe, khawatir bahwa amarah Allah akan segera datang.


وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya).” (QS al-Anbiya [21]: 87)


Dia baru saja meninggalkan kota ketika langit mulai berubah warnanya dan tampak seperti terbakar. Orang-orang dipenuhi ketakutan dengan pemandangan ini. Mereka mengingat kehancuran kaum Ad, Tsamud, dan Nuh.

Apakah nasib mereka sama? Perlahan-lahan keimanan memasuki hati mereka. Mereka semua berkumpul di gunung dan mulai memohon belas kasihan dan pengampunan-Nya. Gunung-gunung menggema dengan tangisan mereka.

Ini adalah kejadian yang begitu monumental, diisi dengan pertobatan yang tulus. Allah menghapus murka-Nya dan memberkahi mereka sekali lagi. Ketika badai yang mengancam terangkat, mereka berdoa agar Yunus kembali sehingga dia bisa membimbing mereka.

Sementara itu Yunus sudah naik perahu kecil ditemani beberapa penumpang lain. Perahu itu berlayar sepanjang hari di perairan yang tenang dengan angin kencang meniup layar.

Saat malam tiba, laut tiba-tiba berubah. Badai yang mengerikan berhembus seolah-olah akan membelah perahu menjadi serpihan. Gelombangnya menggila. Mereka naik setinggi gunung lalu terjun ke bawah bagaikan lembah, menghantam perahu dan menyapu dek.

Di belakang perahu, seekor paus besar membelah air dan membuka mulutnya. Sebuah perintah telah diturunkan Allah Yang Maha Kuasa kepada salah satu paus terbesar di lautan untuk naik ke permukaan. Ia mematuhinya.

Paus itu dengan cepat naik ke permukaan laut dan mengikuti perahu seperti yang diperintahkan. Badai terus berlanjut dan kepala awak meminta awak perahu untuk meringankan beban berat perahu. Mereka membuang barang-barang mereka ke laut, tetapi ini tidak cukup.

Keselamatan mereka terletak pada pengurangan beban yang lebih banyak, jadi mereka memutuskan di antara mereka sendiri untuk meringankan beban mereka dengan menghilangkan setidaknya satu orang.[2] (PH)

Kisah Nabi Yunus (1): Nabi yang Marah

 Yunus didatangi Jibril, “Pergilah ke orang-orang Niniwe dan peringatkan mereka bahwa hukuman sudah dekat.” Yunus kemudian berkata, “Aku akan mencari seekor hewan tunggangan.” Jibril membalas, “Perintah ini terlalu mendesak.”



Untuk memulai kisah tentang Nabi Yunus as, kita akan mengikuti alur cerita yang disampaikan oleh al-Tabari dalam Tarikh al-Rusul wa al-Muluk. Sebelum mulai membaca kutipan dari al-Tabari, ada beberapa poin yang hendak disampaikan agar kita dapat lebih mudah memahaminya alur kisahnya.

Poin-poin di bawah ini mengikuti jalan berpikir al-Tabari:


Peristiwa diutusnya Yunus kepada kaumnya terjadi pada masa Persia kuno, yaitu ketika Dinasti Partia berkuasa. Al-Tabari menyebut dinasti ini berkuasa selama 266 tahun, namun dalam kajian sejarah modern, dinasti ini disebutkan berkuasa lebih lama, yaitu sekitar 247 SM-224 M.[1]
Alquran menyebutkan bahwa Yunus pergi dalam keadaan marah kepada Allah. Menurut al-Tabari, ada dua pendapat mengenai kapan Yunus marah kepada Allah: (1) Sebelum Yunus berdakwah kepada umatnya, dan (2) Setelah Yunus berdakwah kepada umatnya.
Sekarang mari kita simak apa yang ditulis oleh al-Tabari:

Pada periode para pangeran di daerah (muluk al-tawa’if)[2] terdapatlah kisah tentang Yunus, putra Amittai. Dia dikatakan berasal dari sebuah kota di wilayah Mosul, yang disebut Niniwe (sekarang di Irak).

Umatnya menyembah berhala, maka Allah mengutus Yunus kepada mereka dengan sebuah ketetapan yang melarang penyembahan ini dan perintah untuk bertobat, untuk kembali kepada Allah dari kekafiran mereka, dan untuk beriman hanya kepada satu Tuhan.

Apa yang terjadi kepadanya dan kepada siapa dia diutus diceritakan dalam Alquran:

“Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu.” (QS Yunus [10]: 98)

Juga dikatakan:

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka dia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: ‘Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.’.” (QS al-Anbiya [21]: 87)

Para ulama terdahulu, umat Nabi kita, Muhammad, memiliki perbedaan pendapat tentang bagaimana Yunus telah menentang Allah, berpikir bahwa Allah tidak akan memiliki kuasa atasnya, dan mengenai waktu kejadiannya.

Beberapa (ulama itu) bersikukuh bahwa rujukan itu (ayat Alquran di atas yang menceritakan Yunus pergi dalam keadaan marah) adalah pada waktu sebelum dia menyeru kepada umat di mana dia diutus, dan sebelum dia menyampaikan kepada mereka pesan dari Allah.

Intinya adalah (menurut pendapat pertama) bahwa Sang Nabi (yaitu Yunus) diperintahkan untuk melaksanakan (dakwahnya) kepada umat di mana dia diutus pada saat azab ilahi telah dipersiapkan untuk mereka, untuk menyampaikan kepada mereka bagaimana Tuhan telah menunda hukuman 

kepada mereka agar mereka dapat bertobat dari praktik buruk mereka yang penuh kebencian kepada Tuhan.

Sang Nabi meminta untuk dibebaskan dari misi ini tetapi Allah tidak mengabulkan sebuah jeda (untuk berdakwah), maka Sang Nabi menjadi marah kepada Allah karena mendesak dia untuk melaksanakan perintah-Nya, dan karena menolak permintaan jeda.

Mereka yang memegang pandangan ini (yaitu pendapat pertama):

Menurut al-Harits dari al-Hasan al-Ashyab dari Abu Hilal Muhammad bin Sulaim dari Shahr bin Hawshab:

Yunus dikunjungi oleh malaikat Jibril yang berkata kepadanya, “Pergilah ke orang-orang Niniwe dan peringatkan mereka bahwa hukuman sudah dekat.”

Yunus kemudian berkata, “Aku akan mencari seekor hewan tunggangan.”

Jibril membalas, “Perintah ini terlalu mendesak.”

Sekarang Yunus berkata, “Aku akan mencari alas kaki.”

Jibril kembali membalas, “Perintah ini terlalu mendesak.”

Dengan marah Yunus melanjutkan ke perahu dan menaikinya, tetapi perahu itu terhenti, tidak bergerak maju atau pun mundur. Kemudian mereka menarik undian, dan undian jatuh ke Yunus. Ikan Paus (al-hut) datang dengan menggoyangkan ekornya.

Telah disampaikan secara ilahiah, “Paus, wahai Paus! Kami tidak akan menjadikan Yunus sebagai makananmu! Sebaliknya, Kami menjadikanmu sebagai tempat peristirahatan untuknya, tempat perlindungan.”

Paus itu menelan Yunus, dan melanjutkan perjalanan dari tempat itu ke Ubullah. Dari sana ia melanjutkan perjalanan ke Tigris, sampai memuntahkan Yunus di Niniwe.[3]

Demikianlah riwayat yang mendukung pendapat pertama, bahwa Nabi Yunus marah sebelum dia menyampaikan dakwah kepada umatnya. Pendapat kedua, yang menyatakan bahwa Yunus marah setelah dia berdakwah kepada umatnya, akan diulas dalam artikel selanjutnya. (PH)

Pada artikel pertama, telah digambarkan bahwa Nabi Yunus as marah kepada Allah sebelum dia berdakwah kepada umatnya. Pada artikel kali ini kita akan membahas riwayat-riwayat yang mendukung pendapat bahwa Nabi Yunus marah justru setelah dia berdakwah kepada umatnya.

Jumhur ulama mendukung pendapat ini, bahwa Nabi Yunus pergi dalam keadaan marah setelah dia berdakwah kepada umatnya, meskipun ada perbedaan tafsir mengenai marahnya ini ditujukan kepada siapa.


Menurut al-Tabari, para sahabat yang mendukung pendapat ini adalah Ibnu Abbas dan Abu Hurairah, sebagaimana riwayat dari mereka yang akan disampaikan kemudian. Sementara itu, ulama abad pertengahan yang mendukung pendapat ini adalah Ibnu Katsir. Pada masa kekinian, ulama yang mendukung pendapat ini di antaranya adalah Quraish Shihab.

Sebagai permulaan, kita akan memulai pemaparan dari Quraish Shihab. Menurut Quraish Shihab, Nabi Yunus bin Matta lahir di Gats Aifar, Palestina. Dia diutus Allah kepada penduduk Niniwe setelah kehancuran Bait al-Maqdis, sekitar abad ke-11 sebelum Hijrah, yakni sekitar awal abad ke-8 sebelum Masehi.

Dia dikuburkan di Jaljun, suatu desa yang terletak di antara Qudus di Palestina dan al-Khalil yang terletak di tepi barat Laut Mati.

Masyarakatnya menolak ajakannya, sehingga dia menuju ke Yafa, sebuah pelabuhan di Palestina, dan melaut menuju tempat yang disebut Tarsyisy, sebuah kota di sebelah barat Palestina atau kota lainnya. Lalu dia diturunkan di tengah laut sampai ditelan oleh ikan besar. Kisahnya disebut Alquran secara singkat dalam surat Nun.

Quraish Shihab menjelaskan, bahwa Nabi Yunus kesal terhadap umatnya karena enggan beriman, sehingga dia memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Nabi Yunus menyangka, bahwa pergi tanpa izin Allah tidak akan membuat dirinya kesulitan, karena menyangka bahwa Allah akan memperkenankan sikapnya yang demikian.


Namun dugaannya ternyata salah, karena dia kemudian ditelan oleh ikan besar, sehingga selama di dalam perutnya, dia hidup dalam kesempitan, bukan saja kesempitan ruang, tetapi lebih-lebih kesempitan dan kesesakan hati.

Selama di dalamnya Nabi Yunus menyangka bahwa Allah tidak akan menyelamatkan dirinya karena menurut kebiasaan pada umumnya, mustahil seseorang yang ditelan ikan dapat keluar dengan selamat.

Di dalamnya Nabi Yunus kemudian berdoa, sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir,  “Dengan nama Allah yang bila didoakan dengannya dan bila dimohonkan kepada-Nya niscaya dikabulkan adalah doa Yunus bin Matta.”

Sa’id bin Abi Waqqash, perawi hadis ini, bertanya kepada Nabi saw,  “Apakah itu khusus buat Yunus, atau umum mencakup kaum Mukminin?”

Nabi menjawab,  “Ia secara khusus buat Yunus dan secara umum buat kaum mukminin, apabila mereka berdoa dengannya. Tidakkah engkau mendengar firman Allah: (lalu beliau membaca ayat 87-88 surat al-Anbiya)?”

Dan bersabda,  “Ini merupakan syarat dari Allah bagi yang berdoa dengannya.”

Pada ayat lain, Allah berfirman:

 “Maka kalau sekiranya dia (Nabi Yunus) tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya dia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (QS as-Saffat [37]: 143-144)

Demikianlah rangkuman pemaparan dari Quraish Shihab dalam menjelaskan tafsir Alquran surat al-Anbiya ayat 87-88.[1]

Sekarang mari kita simak riwayat dari Ibnu Abbas:

Misi (dakwah) Yunus terjadi setelah ikan paus mengeluarkannya (mengacu kepada riwayat sebelumnya yang pernah kita sampaikan dalam artikel pertama). Yang lain mengatakan bahwa itu terjadi setelah dia menyeru kepada mereka di mana dia diutus untuk mengikuti instruksi ilahi, dan setelah dia menyampaikan kepada mereka pesan Tuhan.

Dia memperingatkan mereka bahwa hukuman ilahi akan dimulai pada waktu yang ditentukan (jika mereka tidak bertobat); tetapi dia (Yunus) pergi karena mereka tidak bertobat, mereka juga bahkan (sama sekali) tidak mempertimbangkan untuk menaati Allah dan beriman kepada-Nya.

Namun ketika hukuman ilahi membayangi orang-orang itu, ia menyelimuti mereka seperti yang dijelaskan dalam Alquran. Kemudian mereka bertobat, dan berpaling kepada Allah; dan Allah mencabut hukuman itu.

Yunus mendengar tentang pembebasan mereka, dan pencabutan hukuman yang telah dia peringatkan kepada mereka. Marah karenanya, dia berkata,  “Aku memperingatkan mereka tetapi peringataanku ditolak.”

Dia pergi, dengan marah kepada Allah, dan menolak untuk kembali kepada mereka, karena mereka telah mencela dia sebagai pendusta.[2]

Jika kita menyimak dua pemaparan di atas, meskipun keduanya memiliki kronologi yang sama, yaitu Nabi Yunus marah setelah dia berdakwah, namun ada perbedaan mengenai marahnya itu ditujukan kepada siapa.

Quraish Shihab menjelaskan bahwa Nabi Yunus marah kepada umatnya, dan dia pergi meninggalkan mereka tanpa seizin Allah. Sementara Ibnu Abbas menjelaskan bahwa Nabi Yunus marah baik kepada umatnya maupun kepada Allah juga. (PH)



Jumat, 22 Januari 2021

Nabi Adam, As. Sang Manusia Pertama

 Nabi Adam as (bahasa Arab: آدم عليه السلام) menurut riwayat adalah manusia pertama dan bapak seluruh umat manusia. Ia dibentuk dan diciptakan langsung oleh Allah swt. Setelah diberi ruh, para malaikat diminta untuk sujud dihadapannya. Istrinya bernama Hawa, dan keduanya karena memakan buah terlarang atas rayuan setan akhirnya dikeluarkan dari surga. Nabi Adam as adalah khalifah pertama Tuhan di muka bumi dan merupakan nabi yang pertama.

Pembahasan mengenai proses penciptaan, ditiupkannya ruh, sujudnya para malaikat, kemaksuman, diturunkannya ke bumi adalah pembahasan kalam dan riwayat. 

Asal Muasal Nama Adam

Adam tidak berasal dari Bahasa Arab. Kata ini digunakan dalam kisah penciptaan manusia yang terdapat dalam kitab Taurat. Namun jika mencari akar katanya dari Bahasa Ibrani juga tidak ditemukan kejelasan. Muannats dari kata ini yaitu Adamah ( اَدَمَه ) terdapat dalam Bahasa Ibrani yang artinya tanah. Akar ء د م dalam bahasa Ibrani memiliki arti merah yang menunjukkan warna pada tanah yang dari itu Adam diciptakan.


Sebab Penamaan

Meskipun Adam tidak berasal dari bahasa Arab, namun sebagian Mufassir menyebutkan beberapa alasan dari penyebutan Adam dengan nama ini. Seperti misalnya, kata Adam diambil dari istilah " ادیم‌الارض ", karena manusia diciptakan berasal dari tanah. Raghib Esfahani menyebutkan 4 alasan penamaan Adam pada manusia pertama:


Karena tubuh Adam berasal dari tanah yang diambil dari bumi ( ادیم ).

Karena kulitnya berwarna kecoklat-coklatan.

Karena ia diciptakan dari beragam unsur dan juga kekuatan yang berbeda-beda. اُدْمهَ artinya kasih sayang dan pencampuran.

Karena ia bersumber dari ruh dan wewangian Ilahi. اِدام artinya makanan yang berbau wangi.


Adam dalam Literatur Islam

Pembahasan mengenai Adam dan proses penciptaannya dalam agama Islam memiliki posisi yang penting. Adam dalam pandangan Islam adalah Nabi yang pertama. Karena itu, kaum Muslimin ketika hendak menunjukkan silsilah kenabian menyebutkan dari Adam hingga penutup para Nabi. Setiap pembahasan mengenai Adam dalam kitab tafsir, hadis, sejarah maupun adab selalu disertai dengan penjelasan dari ayat-ayat Alquran.

Dalam Alquran, nama Adam disebutkan 25 kali. Penjelasan mengenai proses penciptaannya disebutkan dalam surah Al-Baqarah, Al-A’raf, Al-Hijr, Al-Isra', Thaha dan Shad.

Para Mufasir berdasarkan ayat-ayat Alquran mengklasifikasikan pembahasan mengenai Adam dalam beberapa tema bahasan. Diantaranya sebagai berikut:


Khalifah Tuhan

Kata "khalifah" dalam ayat yang ketika Allah swt berfirman, "Aku akan ciptakan khalifah di muka bumi." itu artinya apa?. Para Mufassir memiliki pandangan yang beragam mengenai hal tersebut, namun mayoritas mengatakan yang dimaksud khalifah adalah wakil Tuhan di muka bumi. Juga terdapat sejumlah riwayat yang berbeda-beda mengenai hal tersebut, namun para Mufassir lebih menguatkan pendapat yang dimaksud khalifah adalah wakil Tuhan.

Dialog Tuhan dengan Malaikat mengenai Penciptaan Adam

Pada dialog antara Tuhan dengan malaikat mengenai penciptaan Adam, disebutkan malaikat berkata kepada Allah swt, "Apakah Engkau hendak menciptakan di muka bumi seseorang yang akan berperang dan saling menumpahkan darah?".

Yang menjadi pertanyaan, darimana para malaikat mengetahui bahwa umat manusia akan terjebak pada situasi saling berperang dan saling membunuh satu sama lain? Mengenai hal ini para Mufassir memiliki pandangan yang beragam dengan menyertakan riwayat masing-masing sebagai penguat.

Thabari dengan menukil banyak riwayat mengajukan beragam pendapat sebagai berikut: Sebagian mengatakan, sebelum manusia diciptakan, telah terlebih dulu ada umat Jin di muka bumi, yang mereka gemar berperang dan saling menumpahkan darah satu sama lain. Melihat itu, para malaikatpun menilai nasib umat manusia juga akan sama dengan umat jin tersebut.

Sebagian juga mengatakan, ketika Allah swt berfirman hendak menciptakan manusia di muka bumi, para malaikat bertanya, bagaimana keadaan mereka kelak? Allah swt menjawab, mereka akan saling berperang dan menumpahkan darah. Karenanya malaikat bertanya, "Untuk apa Engkau menciptakan mereka?". Allah swt berfirman, "Mengenai takdir umat manusia, baik mengenai kebaikan maupun keburukannya Aku sangat mengetahuinya, yang kalian tidak mengetahuinya."

Sebagian lagi mengatakan, seblum Allah swt menciptakan Adam, Dia menyampaikan informasi mengenai Adam kepada para Malaikat, dan sebagian informasi lainnya Dia rahasiakan, sehingga para malaikat hanya bertanya mengenai informasi yang telah mereka dapatkan.


Thabrisi dalam kitabnya mengajukan tiga pendapat:


Sebelum manusia diciptakan, telah ada umat Jin di muka bumi, yang mereka saling menumpahkan darah, sehingga malaikat menganalogikan nasib umat manusia tidak akan berubah dengan keadaan umat Jin tersebut.

Pertanyaan malaikat berupa keinginan untuk mencari tahu, apakah kehidupan manusia kelak diantara mereka saling menumpahkan darah atau tidak?.

Allah swt sendiri yang menyampaikan kepada para malaikat, bahwa nasib manusia kelak akan seperti itu. Namun manfaat lain dari penciptaan Adam, Allah swt tetap rahasiakan sehingga malaikat tetap yakin pada hikmah dan ilmu Allah swt.


Peniupan Ruh Tuhan pada Jasad Adam

Dalam surah Al-Hijr dan Shad, Allah swt menyebutkan ruh-Nya sendiri yang telah ditiupkan-Nya kepada jasad Adam. Demikian pula pada ayat lain, pada proses penciptaan Nabi Isa as, kata "ruh" dinisbatkan kepada Allah swt. Apa maksud dari penisbatan "ruh" kepada Allah?. Mufassir mengemukakan sejumlah pandangan mengenai hal ini.

Disebutkan, yang dimaksud "telah Kutiupkan ruh-Ku padanya" adalah pemberian kehidupan kepada Adam dengan cara memberikan ruh kepadanya. Penyebutan "Ruh-Ku" dimaksudkan sebagai bentuk pemuliaan nabi Adam as.Allah swt menyebut ruh Adam sebagai ruh-Nya untuk memuliakan dan mengagungkan Adam. Sementara maksud kata "meniupkan" yang tersebut dalam ayat adalah ruh itu diberikan kepada jasad manusia bukan sebagaimana masuknya udara kedalam tubuh manusia.


Sujudnya Malaikat atas Adam

Berdasarkan ayat-ayat Alquran, para malaikat sujud kepada Nabi Adam as, sebagaimana perintah Allah swt sendiri. Mengingat sujud yang diyakini kaum Muslimin adalah bentuk ibadah khusus yang sesungguhnya hanya untuk Allah swt dan ketika sujud kepada selain-Nya, maka akan terkategorikan kafir dan musyrik. Bagaimana mensinkronkan hal ini?

Para Mufasir mengatakan, sujud yang diperintahkan Allah swt kepada para malaikat untuk melakukannya dihadapan Nabi Adam as, bukanlah sujud penyembahan, melainkan sujud penghormatan. Sujud yang para malaikat lakukan untuk Nabi Adam as adalah salam penghormatan dan bentuk pemuliaan mereka atas ciptaan Allah swt tersebut.


Hawa

Pada kisah mengenai Nabi Adam as sering disebutkan nama istrinya Hawa. Dalam Alquran mendapatkan khitab tiga kali bahwa Allah menciptkan kalian dari diri yang satu, dan dari padanya Dia menciptakan istrinya.


Surga Adam

Surga Adam adalah tempat kediaman pertama Adam as dan Hawa pada awal peciptaan mereka. Surga Adam disebutkan tiga kali dalam Alquran. Di dalam surga ini, Adam dan Hawa mendapatkan segala bentuk kenikmatan, namun mereka bedua diperingatkan supaya jangan mendekati satu pohon dan jangan makan buahnya. Adam dan Hawa atas rayuan setan memakan buhan pohon terlarang tersebut dan akibatnya mereka dikeluarkan dari surga.

Terkait posisi surga Adam ada tida pendapat; kebun di bumi,surga barzah di langit dan surga mau'ud (yang dijanjikan).


Turun

"Hubuth" secara linguistik berarti "turun secara terpaska". dan dalam istilah adalah kisah keluarnya Adam dan Hawa dari surga. Dalam beberapa ayat, Allah mengisyaratkan tentang kisah tersebut: "Turunlah kamu!sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan". Mengenai "hubuth" ini terdapat beragam pendapat di antara para ulama dan mufassir. sebagian mereka meyakini bahwa makna "hubuth" (turun) ini bukan jasmani melainkan hubuth maqami (turun secara kedudukan).


Pohon Terlarang

Allah swt mengizinkan Adan dan Hawa untuk memakan buah dari setiap pohon kecuali satu pohon. Thabari menukil riwayat yang beragam dari Ibnu Abbas, Abu Malik, Abu ‘Athiah, Qatadah dan perawi lainnya, bahwa pohon terlarang itu adalah gandum. Pada riwayat lain disebutkan buah terlarang tersebut adalah anggur atau pohon tin. Thusi selain juga menukil riwayat bahwa pohon tersebut adalah gandum, anggur dan tin, juga menukil riwayat dari Imam Ali As yang menyebut pohon tersebut adalah pohon Kamfor (kapur).

Akhirnya, dengan rayuan setan Adam dan Hawa memakan buah pohon terlarang tersebut dan dikeluarkan dari surga.


Kemaksuman Nabi Adam as

Kisah penciptaan Nabi Adam as berhubungan erat dengan kemaksuman para nabi. Berdasarkan akidah kaum muslimin, dikarenakan para nabi adalah penyampai pesan Ilahi kepada umat dan bertanggungjawab atas semua permasalahan duniawi dan ukhrawi umat manusia, maka sudah semestinya mereka itu terbebas dari dosa dan kesalahan.

Namun terkait kisah penciptaan Adam dan kehidupannya terdapat beberapa ayat yang jika dipandang dari sisi kemaksuman para nabi mesti dibahas. Ayat-ayat yang menyebut, "Syaitan telah menjerumuskan Adam dan Hawa sehingga dikeluarkan dari surga." atau, "Adam mengakui kesalahannya dan mengaku telah terpedaya yang dengan itu mengatakan kepada Allah swt, "aku telah menzalimi diriku sendiri." atau "Syaitan telah meniupkan rasa was-was kepada keduanya, sehingga keduanya melanggar perintah Tuhan dan menjadi tersesat." dan pada ayat-ayat lainnya.

Jawaban singkat dan sederhana dari Mufassir terkait kejanggalan ini adalah, ketika Adam melakukan kesalahan ia berada di surga dan tidak ada taklif (kewajiban) di sana atau saat itu ia belum memiliki kedudukan kenabian, atau apa yang dilakukan Nabi Adam as saat itu adalah meninggalkan yang lebih utama, bukan dosa.



Daftar Pustaka

Ibnu Hajar al-Asqalani, Ahmad bin Ali. Fath al-Bari fi Syarh Shahih al-Bukhari. Diteliti oleh Abdul Qadir Syaibah al-Hamad. Riyad: Maktabah Malik al-Fahd, 1421.

Azhari, Muhammad bin Ahmad. Tahdzib al-Lughah. Beirut: Dar Ihya al-Arabi, 1421 H.

Judaika, pada item Adam.

Raghib Isfahani, Husain bin Muhammad. Mufradat al-Fazh al-Quran. Beirut: Dar al-Syamiyah, 1412 H.

Syaikh Shaduq, Muhammad bin Ali. Uyun Akhbar alRidha as. Tehran: Nasyr Shaduq, 13 72 HS.

Zubaidi Muhammad Murtadha. Taj al-‘Arus.

Thabathabai, Muhammad Husain. Al-Mizān fi Tafsir al-Quran. Beirut: Muassasah al-‘Ilmi, 1973.

Thabrisi, Fadhl bin Hasan. Majma’ al-Bayān. Qom: Kitab Khaneh Ayatullah Mar’asyi, 1403 H.

Thabari, Muhammad bin Jarir. Tārikh. Riset: Yan Dakhviah. Leiden, 1879-1881.

Thabari, Muhammad bin Jariri. Jami' al-Bayan fi Tafsir al-Quran (Tafsir Thabari). Beirut: Dar al-Makrifah, 1412 H.

Syaikh Thusi, Muhammad bin Hasan. Al-Tibyan. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, tanpa tahun.

Fakhrurazi, Muhammad bin Umar. Al-Tafsir al-Kabir. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, 1420 H.

Jumat, 05 April 2019

Allah Memberi Mukjizat Kepada Nabi Saleh A.S.
Allah Memberi Mukjizat Kepada Nabi Saleh A.S.


Nabi Saleh sedar bahawa tentangan kaumnya yang menuntut bukti drpnya berupa mukjizat itu adalah bertujuan hendak menghilangkan pengaruhnya dan mengikis habis kewibawaannya di mata kaumnya terutama para pengikutnya bila ia gagal memenuhi tentangan dan tuntutan mereka. Nabi Saleh membalas tentangan mereka dengan menuntut janji dengan mereka bila ia berhasil mendatangkan mukjizat yang mereka minta bahwa mereka akan meninggalkan agama dan persembahan mereka dan akan mengikuti Nabi Saleh dan beriman kepadanya.
Sesuai dengan permintaan dan petunjuk pemuka-pemuka kaum Tsamud berdoalah Nabi Saleh memohon kepada Allah agar memberinya suatu mukjizat untuk membuktikan kebenaran risalahnya dan sekaligus mematahkan perlawanan dan tentangan kaumnya yang masih berkeras kepala itu. Ia memohon dari Allah dengan kekuasaan-Nya menciptakan seekor unta betina dikeluarkannya dari perut sebuah batu karang besar yang terdpt di sisi sebuah bukit yang merea tunjuk.
Maka sejurus kemudian dengan izin Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Pencipta terbelahlah batu karang yang ditunjuk itu dan keluar dari perutnya seekor unta betina. Dengan menunjuk kepada binatang yang baru keluar dari perut batu besar itu berkatalah Nabi Saleh kepada mereka:
” Inilah dia unta Allah, janganlah kamu ganggu dan biarkanlah ia mencari makanannya sendiri di atas bumi Allah ia mempunyai giliran untuk mendptkan air minum dan kamu mempunyai giliran untuk mendptkan minum bagimu dan bagi ternakanmu juga dan ketahuilah bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya bila kamu sampai mengganggu binatang ini.”
Kemudian berkeliaranlah unta di ladang-ladang memakan rumput sesuka hatinya tanpa mendpt gangguan. Dan ketika giliran minumnya tiba pergilah unta itu ke sebuah perigi yyang diberi nama perigi unta dan minumlah sepuas hatinya. Dan pada hari-hari giliran unta Nabi Saleh itu datang minum tiada seekor binatang lain berani menghampirinya, hal mana menimbulkan rasa tidak senang pada pemilik-pemilik binatang itu yang makin hari makin merasakan bahwa adanya unta Nabi Saleh di tengah-tengah mereka itu merupakan gangguan laksana duri yang melintang di dalam kerongkong. Dengan berhasilnya Nabi Saleh mendtgkan mukjizat yang mereka tuntut gagallah para pemuka kaum Tsamud dalam usahanya untuk menjatuhkan kehormatan dan menghilangkan pegaruh Nabi Saleh bahkan sebaliknya telah menambah tebal kepercayaan para pengikutnya dan menghilang banyak keraguan dari kaumnya. Maka dihasutlah oleh mereka pemilik-pemilik ternakan yang merasa jengkel dan tidak senang dengan adanya unta Nabi Saleh yang merajalela di ladang dan kebun-kebun mereka serta ditakuti oleh binatang-binatang peliharaannya.
3. Unta Nabi Saleh Dibunuh
Persekongkolan diadakan oleh orang-orang dari kaum Tsamud untuk mengatur rancangan pembunuhan unta Nabi Saleh. Dan selagi orang masih dibayangi oleh rasa takut dari azab yang diancam oleh Nabi Saleh bila untanya diganggu di samping adanya dorongan keinginan yang kuat untuk melenyapkan binatang itu dari atas bumi mereka, muncullah tiba-tiba seorang janda bangsawan yang kaya raya menawarkan akan menyerah dirinya kepada siapa yang dpt membunuh unta Saleh. Di samping janda itu ada seorang wanita lain yang mempunyai beberapa puteri cantik-cantik menawarkan akan menghadiahkan salah seorang dari puteri-puterinya kepada orang yang berhasil membunuh unta itu.
Dua macam hadiah yang menggiurkan dari kedua wanita itu di samping hasutan para pemuka Tsamud mengundang dua orang lelaki bernama Mushadda’ bin Muharrij dan Gudar bin Salif berkemas-kemas akan melakukan pembunuhan bagi meraih hadiah yang dijanjikan di samping sanjungan dan pujian yang akan diterimanya dari para kafir suku Tsamud bila unta Nabi Saleh telah mati dibunuh.
Dengan bantuan tujuh orang lelaki lagi bersembunyilah kumpulan itu di suatu tempat di mana biasanya di lalui oleh unta dalam perjalanannya ke perigi tempat ianya minum. Dan begitu unta-unta yang tidak berdosa itu lalu segeralah dipanah betisnya oleh Musadda’ yang disusul oleh Gudar dengan menikamkan pedangnya di perutnya.
Dengan perasaan megah dan bangga pergilah para pembunuh unta itu ke ibu kota menyampaikan berita matinya unta Nabi Saleh yang mendpt sambutan sorak-sorai dan teriakan gembira dari pihak musyrikin seakan-akan mereka kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan yang gilang gemilang.
Berkata mereka kepada Nabi Saleh:” Wahai Saleh! Untamu telah mati dibunuh, cubalah datangkan akan apa yang engkau katakan dulu akan ancamannya bila unta itu diganggu, jika engkau betul-betul termasuk orangorang yang terlalu benar dalam kata-katanya.”
Nabi Saleh menjawab:” Aku telah peringatkan kamu, bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya atas kamu jika kamu mengganggu unta itu. Maka dengan terbunuhnya unta itu maka tunggulah engkau akan tibanya masa azab yang Allah talah janjikan dan telah aku sampaikan kepada kamu.Kamu telah menentang Allah dan terimalah kelak akibat tentanganmu kepada-Nya.Janji Allah tidak akan meleset .Kamu boleh bersuka ria dan bersenang-senang selama tiga hari ini kemudian terimalah ganjaranmu yang setimpal pada hari keempat. Demikianlah kehendak Allah dan taqdir-Nya yang tidak dpt ditunda atau dihalang.”
Ada kemungkinan menurut sementara ahli tafsir bahwa Allah melalui rasul-Nya Nabi Saleh memberi waktu tiga hari itu untuk memberi kesempatan, kalau-kalau mereka sedar akan dosanya dan bertaubat minta ampun serta beriman kepada Nabi Saleh kepada risalahnya. Akan tetapi dalam kenyataannya tempoh tiga hari itu bahkan menjadi bahan ejekan kepada Nabi Saleh yang ditentangnya untuk mempercepat datangnya azab itu dan tidak usah ditangguhkan tiga hari lagi.
4. Turunnya Azab Allah Yang Dijanjikan
Nabi Saleh memberitahu kaumnya bahwa azab Allah yang akan menimpa di atas mereka akan didahului dengan tanda-tanda, iaitu pada hari pertama bila mereka terbangun dari tidurnya akan menemui wajah mereka menjadi kuning dan berubah menjadi merah pada hari kedua dan hitam pada hari ketiga dan pada hari keempat turunlah azab Allah yang pedih. Mendengar ancaman azab yang diberitahukan oleh Nabi Saleh kepada kaumnya kelompok sembilan orang ialah kelompok pembunuh unta merancang pembunuhan atas diri Nabu Saleh mendahului tibanya azab yang diancamkan itu.mereka mengadakan pertemuan rahsia dan bersumpah bersama akan melaksanakan rancangan pembunuhan itu di waktu malam, di saat orang masih tidur nyenyak untuk menghindari tuntutan balas darah oleh keluarga Nabi Saleh, jika diketahui identiti mereka sebagai pembunuhnya.
Rancangan mereka ini dirahsiakan sehingga tidak diketahui dan didengar oleh siapa pun kecuali kesembilan orang itu sendiri. Ketika mereka datang ke tempat Nabi Saleh bagi melaksanakan rancangan jahatnya di malam yang gelap-gulita dan sunyi-senyap berjatuhanlah di atas kepala mereka batu-batu besar yang tidak diketahui dari arah mana datangnya dan yang seketika merebahkan mereka di atas tanah dalam keadaan tidak bernyawa lagi. Demikianlah Allah telah melindungi rasul-Nya dari perbuatan jahat hamba-hamba-Nya yang kafir.
Satu hari sebelum hari turunnya azab yang telah ditentukan itu, dengan izin Allah berangkatlah Nabi Saleh bersama para mukminin pengikutnya menuju Ramlah, sebuah tempat di Palestin, meninggalkan Hijir dan penghuninya, kaum Tsamud habis binasa, ditimpa halilintar yang dahsyat beriringan dengan gempa bumi yang mengerikan.
5. Kisah Nabi Saleh Dalam Al-Quran
Kisah Nabi Saleh diceritakan oleh 72 ayat dalam 11 surah di antaranya surah Al-A’raaf, ayat 73 hingga 79, surah ” Hud ” ayat 61 sehingga ayat 68 dan surah ” Al-Qamar ” ayat 23 sehingga ayat 32.
6. Pelajaran Yang Dapat Diambil Dari Kisah Nabi Saleh A.S.
Pengajaran yang menonjol yang dpt dipetik dari kisah Nabi Saleh ini ialah bahwa dosa dan perbuatan mungkar yang dilakukan oleh sekelompok kecil warga masyarakat dpt berakibat negatif yang membinasakan masyarakat itu seluruhnya. Lihatlah betapa kaum Tsamud menjadi binasa, hancur dan bahkan tersapu bersih dari atas bumi karena dosa dan pelanggaran perintah Allah yang dilakukan oleh beberapa gelintir orang pembunuh unta Nabi Saleh A.S.
Di sinilah letaknya hikmah perintah Allah agar kita melakukan amar makruf nahi mungkar. Karena dengan melakukan tugas amar makruf nahi mungkar yang menjadi fardu kifayah itu, setidak-tidaknya kalau tidak berhasil mencegah kemungkaran yang terjadi di dalam masyarakat dan lindungan kita ,kita telah membebaskan diri dari dosa menyetujui atau merestui perbuatan mungkar itu Bersikap pasif acuh tak acuh terhadap maksiat dan kemungkaran yang berlaku di depan mata dapat diertikan sebagai persetujuan dan penyekutuan terhadap perbuatan mungkar itu.