Takhbib, Secara istilah bermakna "menggoda istri orang lain" atau dapat juga di artikan "sebagai upaya mengoda wanita yang sudah ada jaminan jadi milik orang lain". Sedangkan dalam pandangan Islam, merusak rumah tangga seorang muslim disebut dengan takhbib. Hal ini merupakan dosa yang sangat besar, selain ada ancaman khusus, ia juga telah membantu Iblis untuk menyukseskan programnya menyesatkan manusia. Meski sekedar iseng, tapi ternyata ada bahaya besar mengancam. Menggoda istri orang lain, ternyata bukan hal yang remeh dalam agama Islam.
Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امرَأَةً عَلَى زَوجِهَا
Bukan bagian dariku seseorang yang melakukan takhbib terhadap seorang wanita, sehingga dia melawan suaminya.” (HR. Abu Daud).
Dalam hadits lain riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,
وَمَنْ أَفْسَدَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا فَلَيْسَ مِنَّا
Siapa yang merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya maka dia bukan bagian dariku.” (HR. Ahmad).
Melamar wanita yang sudah dilamar orang lain saja dilarang, apalagi menggoda wanita yang telah menjadi istri orang lain, apalagi dalam rangka agar bercerai dengan suami sahnya.
Ibnul Qoyim al-Jauziyyah (w. 752 H) menjelaskan tentang dosa takhbib:
وَقَدْ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ وَتَبَرَّأَ مِنْهُ، وَهُوَ مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ. وَإِذَا كَانَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَدْ نَهَى أَنْ يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ، وَأَنْ يَسْتَامَ عَلَى سَوْمِ أَخِيهِ، فَكَيْفَ بِمَنْ يَسْعَى فِي التَّفْرِيقِ بَيْنَ رَجُلٍ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ وَأَمَتِهِ حَتَّى يَتَّصِلَ بِهِمَا؟ (الجواب الكافي لمن سأل عن الدواء الشافي = الداء والدواء، ص: 216).[1]
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat orang yang melakukan takhbib, dan beliau berlepas diri dari pelakunya. Takhbib termasuk salah satu dosa besar. Karena ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang untuk meminang wanita yang telah dilamar oleh lelaki lain, dan melarang seseorang menawar barang yang sedang ditawar orang lain, maka bagaimana lagi dengan orang yang berusaha memisahkan antara seorang suami dengan istrinya atau budaknya, sehingga dia bisa menjalin hubungan dengannya."
Penjelasan Takhbib
Mula Ali al-Qari (w. 1014 H) menjelaskan, takhbib secara bahasa artinya menipu dan merusak, yaitu dengan menyebut-nyebut kejelekan suami di hadapan istrinya atau kebaikan lelaki lain di depan wanita itu[2].
Al-Adzim Abadi menyebutkan pengertian takhbib:
مَنْ خَبَّب زوجة امرئ أي خدعها وأفسدها أو حسن إليها الطلاق ليتزوجها أو يزوجها لغيره أو غير ذلك[3]
"Siapa yang melakukan takhbib terhadap istri seseorang’ maknanya adalah siapa yang menipu wanita itu, merusak keluarganya atau memotivasinya agar cerai dengan suaminya, agar dia bisa menikah dengannya atau menikah dengan lelaki lain atau cara yang lainnya."
Ad-Dzahabi (w. 748 H) menyebutkan diantara dosa adalah takhbib:
وَمن ذَلِك إِفْسَاد قلب الْمَرْأَة على زَوجهَا. (الكبائر للذهبي (ص: 211)[4]
"Diantara hal yang dilarang adalah merusak hati wanita terhadap suaminya."
Pekerjaan Setan
Memisahkan antara suami dan istri termasuk pekerjaan setan. Dalam ayat Al-Qur'an disebutkan:
{فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ} [البقرة: 102]
Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. (Q.S. al-Baqarah: 102).
Terdapat hadits Nabi bahwa Iblis memuji setan yang berhasil menceraikan suami-istri, sedangkan setan lainya telah melakukan sesuatu tetapi Iblis tidak mengapresiasi hasilnya.
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu dari Nabi ﷺ bersabda,
إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً، يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ: فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا. فَيَقُوْلُ: مَا صَنَعْتَ شَيْئًا. قَالَ ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ: مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ. قَالَ: فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ، وَيَقُوْلُ: نِعْمَ أَنْتَ.
“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut) kemudian ia mengutus bala tentaranya. Maka yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya. Datanglah salah seorang dari bala tentaranya dan berkata, “Aku telah melakukan begini dan begitu”. Iblis berkata, “Engkau sama sekali tidak melakukan sesuatupun”. Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya (untuk digoda) hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya. Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, “Sungguh hebat (setan) seperti engkau” (HR Muslim IV/2167 no 2813).
[1] Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H), ad-Da' wa ad-Dawa', hal. 216
[2] Mula Ali al-Qari (w. 1014 H), Mirqat al-Mafatih, hal. 5/ 2128. Lihat pula: Al-Adzim Abadi, Aun al-Ma'bud, hal. 6/ 159
[3] Al-Adzim Abadi, Aun al-Ma'bud, hal. 14/ 52
[4] Al-Hafidz adz-Dzahabi (w. 748 H), al-Kabair, hal. 211